Konsisten dengan Janji, Hapus Stigma Negatif

by Nano Bethan
295 views

DENPASAR, DICTUM – Sebulan setelah berjanji satu perkara korupsi dalam tahun 2021, Yuliana Sagala, Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Denpasar, Jumat, 16 April 2021 menandatangani Surat Perintah Dimulai Penyidikan (SPDP) atas dugaan korupsi pengelolaan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) untuk pengadaan  aci-aci dan sesajen, sarana/prasarana upakara atau upacara, tahun 2019-2021, kepada  desa adat, banjar, subak di tingkat kelurahan se- Kota Denpasar.

Setelah mengumpulkan bukti – bukti dan memeriksa 100 orang saksi, dari unsur Aparatur Sipil Negara (ASN) dilingkungan Pemprov Bali dan  Pemkot Denpasar hingga desa adat sebagai pihak penerima, yakni bendesa, kelian adat dan pekaseh subak, Kamis, 5 Agustus 2021, Yuliana Sagala menandatangani   surat Nomor: 01/N.1.10/Fd.1/08/2021. Surat tersebut adalah surat yang menetapkan Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud) Kota Denpasar, I Gusti Ngurah Bagus Mataram sebagai orang yang bertanggungjawab atas potensi kerugian negara sekitar Rp1 miliar.

Sebagai Kepala Dinas saat itu, tersangka menjabat sebagai PA (Pengguna Anggaran) dan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) tidak melaksanakan ketentuan pengadaan barang  dan  jasa Pemerintah serta  pengelolaan keuangan negara atau daerah yang efektif dan efesien. Selaku PA mengalihkan kegiatan dari pengadaan barang  dan jasa menjadi penyerahan uang yang disertai adanya pemotongan fee dari rekanan. Sementara dalam kapasitasnya selaku PPK tidak membuat rencana umum pengadaan, memecah kegiatan, melakukan penunjukan langsung tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan pembuatan dokumen pengadaan fiktif. “Akibat perbuatan tersangka, terdapat potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp1 miliar lebih,” ungkap Yuliana Sagala.

Membuktikan keseriusannya  dalam penanganan korupsi, Senin, 11 Oktober, Yuliana Sagala menandatangani surat penahanan, tersangka Bagus Mataram.   “Penahanan tersangka dilakukan pada saat tahap dua, penyerahan  tersangka dan barang bukti dari jaksa penyidik kepada jaksa penuntut” jelas Yuliana Sagala.

Dikatakan, penahanan terhadap tersangka, Gusti Bagus Mataram ditingkat penuntutan selama 20 hari kedepan dan dititipkan di rumah tahanan (Rutan) Polresta Denpasar. Pasal yang disangkakan kepada tersangka yakni Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 atau Pasal 12 huruf f Jo. Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Cari Aman

Dari pasal yang dipasang untuk menjerat tersangka Bagus Mataram, terlihat penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejari Denpasar, sangat berhati – hati dan takut kembali dituding tidak konsekuen dan setengah hati dalam penanganan kasus korupsi. Untuk korupsi aci – aci dan sesajen ini, penyidik cari aman tidak memasang juncto Pasal 55 KUHP, yakni perbuatan bersama – sama. Maklum saja, sebelumnya dalam kasus korupsi Dana APBDes Dauh Puri Klod, Denpasar Barat, walaupun sejak penyidikan sampai tuntutan, jaksa Pidsus Kejari Denpasar menyatakan korupsi dilakukan bersama – sama (juncto Pasal 55 KUHP) tetapi kenyataannya, hanya bendahara desa, Ni Luh Putu  Ariyaningsih yang diseret ke kursi pesakitan. Tidak ada juncto Pasal 55 KUHP ini, dipertanyakan tim pengacara tersangka Bagus Mataram. “Ada peran dibagian awal perencanaan. Dimana ada pembelotan dengan mengubah nomenklatur,” ungkap, I Komang Sutrisna salah seorang dari tim  penasihat hukum tersangka.

Menurut Komang, sebenarnya Mataram terjebak pada tahap perencanaan. Awalnya, belanja tidak langsung menjadi belanja langsung, dari hibah menjadi non-hibah. Pembelokan itu, tidak diketahui Bagus Mataram sebagai Kepala Dinas dan Pengguna Anggaran (PA). Sebagai kepala dinas Mataram mempercayakan semuanya pada bawahannya yakni bagian perencanaan atau Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK). “Tidak mungkin kepala dinas sampai harus mengurus masalah teknis. Ketika bawahan menyodorkan laporan, semua sudah sesuai (prosedur), maka ditandatangani,” ungkapnya.  Dikatakan,  pihaknya  mengapresiasi jaksa jika bisa menetapkan tersangka lebih dari satu. Semestinya penyidik bisa memilah dan tahu, pihak yang melakukan perubahan pada tahap perencanaan.

Komang Sutrisna menilai, pihak rekanan tidak bisa lepas tangan. Sebab, pembayaran dari bendahara dilakukan langsung ke rekanan. Ketika ditanya, uang Rp80 juta yang diduga fee, menurut mantan wartawan ini, Mataram tidak tahu menahu dan dikembalikan ke rekanan, sebelum disita oleh pihak kejaksaan. Perihal uang Rp80 juta, terungkap saat dalam penyidikan, Mataram mengembalikan kepada rekanan, tetapi pihak rekanan menyerahkan uang tersebut kepada jaksa penyidik sebagai barang bukti dugaan korupsi.

Kucuran dana  BKK dari Pemprov Bali dan Pemkot Denpasar tahun 2019-2020, sekitar Rp10 miliar. Dana BKK ini diberikan untuk 18 desa adat dibawah kelurahan yang ada di wilayah Kota Denpasar, 21 subak dan 130 banjar adat. Setiap desa adat menerima Rp250 juta . Untuk setiap subak, dana aci – aci sebesar Rp45 juta dan Rp5 juta untuk biaya makan minum. Sedangkan untuk setiap banjar adat  mendapat Rp10 juta. Dana BKK yang seharusnya dalam bentuk barang dan jasa tersebut diberikan dalam bentuk uang oleh pihak rekanan setelah dipotong fee 10 persen.

Menggiring Bagus Mataram ke kursi pesakitan Pengadilan Tipikor, membuktikan Yuliana Sagala konsisten dengan janjinya.  Mantan Kepala Bagian Tata Usaha pada Sekretariat Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen di Kejaksaan Agung RI ini seakan menyadari, stigma negatif publik terhadap Kejari Denpasar, khususnya dalam penanganan kasus korupsi. Selama ini Kejari Denpasar dituding setengah hati dalam penanganan kasus korupsi.

Tidak hanya lepas tanggung-jawab dengan juncto Pasal 55 dalam kasus korupsi APBDes Dauh Puri Klod tetapi juga Pidsus Kejari Denpasar  pernah menerbitkan Surat Keputusan Penghentian Penuntutan (SKP2)  perkara korupsi bantuan dana kegiatan perjalanan Ziarah Wali Songo dan pengadaan pakaian untuk  Yayasan Al Ma’ruf Denpasar.  Penghentian penuntutan ini dilakukan setelah tahap dua, pelimpahan tersangka dan barang bukti dari Polresta Denpasar ke Kejari Denpasar. Alasan diterbitkan SKP2, adanya pengembalian kerugian negara setelah dilakukan sebelum berkas perkara dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor.  nnb

Berita Terkait