PMKRI Ruteng dan Kota Jajakan Labuan Bajo Demo Tolak Proyek Geotermal Sano Nggoang

by Igo Kleden
536 views

LABUAN BAJO,  DICTUM –  Sejumlah aktifis mahasiswa yang tergabung dalam PMKRI Cabang Ruteng dan PMKRI Kota Jajakan Labuan Bajo serta Masyarakat Desa Wae Sano yang nota bene merupakan terdampak dari proyek Geotermal yang berlokasi di Nunang, Desa Wae Sano melakukan  aksi unjuk rasa menolak kehadiran proyek geothermal yang belakangan ini menjadi isu hangat karena terjadi pro dan kontra terhadap proyek tersebut. Demo para aktivis dan masyarakat ini berlangsung di Labuan Bajo pada Rabu, (2/2/2022).

Dalam orasinya, korlap aksi, Gusti yang merupakan mahasiswa Kampus El Bjo, Labuan Bajo menyampaikan bahwa aksi penolakan ini merupakan aksi lanjutan dari rangkaian aksi sebelumnya. Sebagaimana diketahui, PMKRI Cabang Ruteng telah melakukan advokasi kepada masyarakat Desa Wae Sano yang menolak kehadiran proyek geothermal ini sejak empat (4) tahun yang lalu.

PMKRI melihat adanya upaya paksa dari pemerintah dan perusahaan yang terus berupaya melanjutkan proses pengembangan tambang panas bumi di Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur di tengah derasnya arus gelombang penolakan warga yang massif.

Warga Wae Sano, termasuk juga warga sekitar yang mengitari Danau Sano Nggoang sedari awal telah menolak proyek geothermal ini baik kepada pemerintah maupun kepada perusahaan. Penolakan warga ini dilandasi dengan alasan yang jelas, yakni keselamatan ruang hidup warga, pencemaran lingkungan serta masa depan anak cucu.

Adapun rencana penambangan panas bumi ini persis berhimpitan dengan pemukiman warga, rumah adat, sumber air bersih, lahan pertanian/perkebunan serta fasilitas public seperti Gereja dan sebagainya yang tentunya akan berdampak langsung dengan keselamatan ruang hidup warga.

Kekhawatiran akan seluruh resiko itu tentu sangan beralasan, mengingat telah banyak contoh kasus dampak buruknya ihwal ekstraksi panas bumi yang justru dapat menghancurkan keselamatan warga dan ruang hidupnya. Sebut saja misalnya, di Ulumbu, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur, operasi panas bumi telah menyebabkan atap seng rumah warga berkarat, tanaman perdagangan seperti cengkeh, kakao, dan sejenisnya menjadi tidak  produktif, dan kesehatan warga menjadi terganggu. Hal serupa juga terjadi di Mataloko, Kabuapaten Ngada, seng-seng rumah menjadi karatan, sumber air tercemar dan bahkan lahan persawahan yang jaraknya dua kilometer dari lokasi titik pengeboran luluh lantak karena tersembur lumpur panas, dan itu terjadi hingga saat ini.

Bahkan di luar pulau Flores, bahaya penambangan panas bumi juga telah banyak terjadi. Salah satunya adalah di Desa Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Marapi, Mandaling Natal di mana lima warga tewas dan setidaknya puluhan warga lain masih menjalani perawatan di rumah sakit, karena semburan gas dari sumur bor proyek ekstraksi panas bumi PT. Sorik Marapi Geothermal Power (SMGP) pada Senin, 25 Januari 2021.

Meski bahaya penambangan panas bumi begitu nyata dan sangat berbahaya, namun pemerintah dan perusahaan justru terus melanjutkan proses proyek tambang panas bumi itu dengan berbagai upaya yang dilakukan, salah satunya adalah “konsultasi public” yang dikemas dengan acara Lonto Leok (salah satu budaya Manggarai dalam menyelesaikan setiap persoalan dengan musyawarah mufakat).

Atasa dasar itu, PMKRI sebagai organisasi perjuangan merasa terpanggil untuk turun bersama masyarakat melakukan aksi menolak proyek panas bumi itu dengan tuntutan sebagai berikut :

  1. Mendesak Mentri ESDM melalui Pemerintah Daerah Kabupaten Manggarai Barat untuk segera hentikan seluruh proses ekstraksi panas bumi dengan mencabut ijin yang telah dikeluarkan
  2. Mendesak Bank Dunia agar segera membatalkan kerja sama dengan pemberian dana hibah kepada PT. SMI (juga PT GeoDipa Energi) termasuk hentikan seluruh proses di lapangan,
  3. Mendesak Kantor Staf Presiden (KSP) agar berhenti terlibat dalam urusan panas Bumi.

Dalam pantauan Dictum, aksi unjuk rasa ini dilakukan di luar pagar Kantor Bupati Manggarai Barat karena peserta aksi dikawal ketat oleh aparat Kepolisian dan Sat Pol PP sehingga peserta aksi hanya melakukan orasi dari atas mobil pick up. Namun menurut korlap aksi, Gusti, ada utusan dari peserta aksi yang masuk ke kantor Bupati dan dari sumber yang sama, mereka diterima oleh Wakil Bupati Manggarai Barat, dr. Weng di ruang kerjanya.

Dalam audiensi dengan Wakil Bupati, peserta aksi tidak menemukan jawaban yang tepat terkait dengan tuntutan mereka, karena dr. Weng selaku Wakil Bupati Manggarai Barat hanya membacakan hasil pertemuan dalam acara “Lonto Leok” yang dilakukan beberapa waktu lalu di Nunang. Walaupun dengan nada kecewa, delegasi  aksi akhirnya memilih pulang dan berjanji akan melakukan aksi lagi sampai pemerintah membatalkan proyek tambang panas bumi di Nunang, Desa Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Nusa Tenggara Timur. ***

Penulis – Modes S.| Editor – Igo

Berita Terkait