DENPASAR, TABLOIDDICTUM.COM – Ketua Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, I nyoman Wiguna mengabaikan surat permohonan untuk megganti anggota majelis hakim, Kony Hartanto yang menyidangkan terdakwa, Ni Luh Widiani. Surat permohonan yang diajukan, Agus Widjajanto, penasihat hukum terdakwa, diterima bagian umum PN Denpasar, 8 Maret 2022 lalu. Ketua PN Denpasar, Nyoman Wiguna bahkan terkesan menghindar ketika akan dikonfirmasi terkait tanggapannya atas surat permohonan mengganti hakim Kony Hartanto, Rabu, 23 Maret 2022 lalu.
Penolakan Nyoman Wiguna ini disampaikan melalui Humas dan Juru Bicara PN Denpasar, Gede Putra Astawa. “Pa ketua tidak bersedia diwawancara menyangkut surat permohonan tersebut. Silahkan mencari tahu dari pengirim surat karena sudah dijawab secara tertulis,” ungkap Putra Astawa.
Sementara itu, Agus Widjajanto ketika dihubungi, Kamis, 24 Maret malam, mengatakan, belum menerima surat jawaban dari Ketua PN Denpasar. “Sampai saat ini, kami belum menerima surat jawaban tersebut,” kata advokat yang berkantor di Gedung Arva Central Cikini, Jakarta Pusat itu.
Menurut Agus Widjajanto, permohonan mengganti hakim Kony Hartanto tersebut untuk menghindari pertimbangan yang subjektif dari majelis hakim yang diketuai, I Wayan Yasa dalam pemeriksaan perkara pidana Nomor 146/Pid.B/2022/PN.Dps dengan terdakwa, Ni Luh Widiani.
Pasalnya, kony Hartanto menjadi hakim dalam dua perkara Ni Luh Widiani sebelumnya, pidana dan perdata. Dimana menurutnya, majelis hakim yang diketuai, Angeliky Handajani Day dengan hakim anggota, Kony Hartanto dan Heriyanti terkesan berpihak kepada pelapor dan penggugat yakni, keluarga dari almahrum (Alm), Eddy Susila Suryadi, suami dari Ni Luh Widiani.
Dalam Perkara Pidana Nomor : 350/Pid.B/2021/PN.Dps, Ni Luh Widiani dinyatakan bersalah memalsukan dokumen kependudukan yakni Kartu Tanda Penduduk (KTP) Eddy Susila Suryadi untuk mengurus akta perkawinan dan dipidana penjara selama 14 bulan.
Sementara dalam Perkara Perdata Nomor : 94/Pdt.G/2021/PN.Dps, majelis hakim, Angeliky Handajani Day, Heriyanti dan Kony Hartanto dalam putusannya, membatalkan perkawinan antara Alm. Eddy Susila Suryadi dan tergugat Ni Luh Widiani yang dilangsungkan dihadapan pemuka agama Hindu, Ida Pandita Nabe Sri Bhagawan Dwija Warsanawa Shandhi yang berlangsung di Banjar Kaje Kangin, Desa Kubutambahan Buleleng tanggal 28 Maret 2014. Perkawinan tersebut batal demi hukum, tidak sah dan tidak pernah ada.
Selain itu, majelis hakim menyatakan, Akta Perkawinan tergugat, Ni Luh widiani dengan Alm. Eddy Susila Suryadi dan Akta Kelahiran Jovanka Amritha Suryadi yang dikeluarkan Dinas Pendudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kota Denpasar tertanggal 5 Pebruari 2015 batal demi hukum, tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Gugatan tersebut diajukan setelah Eddy Susila Suryadi meninggal.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Bali, Umar Ibnu Alkhatab, ketika dimintai komentarnya terkait surat permohonan penggantian hakim ini mengatakan, Ombudsman sebagai Lembaga Pengawasan Pelayanan Publik, berharap Ketua PN Denpasar mempertimbangan permintaan kuasa hukum untuk mengganti hakim yang pernah menangani kasus yang sama. Menurutnya, dalam Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI Nomor : 047/KMA/SKB/IV/2009 : 02/SKB/P.KY/IV/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, salah satu keputusannya melarang hakim untuk mengadili perkara yang sama sebelumnya. “Artinya, hakim tersebut pernah turut serta mengadili perkara yang sama,” ungkap Umar Alkhatab.
Dikatakan, Ombudsman tidak bisa mengintervensi proses yang terjadi di lembaga pengadilan, apalagi mengintervensi kewenangan ketua pengadilan. “Harapan Ombudsman ini bisa dipenuhi, sangat tergantung kepada kebijakan dari Ketua PN Denpasar,” katanya.
Lebih lanjut dikatakan Kepala Ombudsman Perwakilan Bali dua periode ini, mengganti hakim memang jarang terjadi tetapi bukan berarti tidak bisa dilakukan. “Artinya, seorang hakim tidak mustahil diganti di tengah proses persidangan demi mempertahankan sifat independen dan imparsial lembaga peradilan. Oleh karena itu, Ombudsman memandang bahwa sifat tidak independen dan tidak imparsial dalam proses persidangan sebuah perkara harus dihindari,” pungkas Umar Alkhatab. NAN