Pernyataan Nada ini mendapat bantahan keras dari ipung. Ipung menilai Nada plin plan, tidak jujur dan berkata bohong demi menyelamatkan kepentingan yang lebih besar. Menurut Ipung, Nada bukan saja sebagai Prajuru Desa Adat Serangan, dia juga Humas PT. BTID, tentu sangat masuk akal jika dia tidak punya posisi yang tepat karena sarat dengan kepentingan, entah itu pribadi atau pihak lain.
“Pernyataan Nada yang mengatakan bahwa saat tanah itu di aspal menggunakan drum tidak yang keberatan; pesan saya buat kamu Nada sejak tahun 2009 sampai tahun 2020 tanah tersebut adalah menjadi “TANAH SENGKETA” apakah di benarkan ada pihak-pihak yang berani masuk atau mengakui atau mengalihfungsikan tanah tersebut disaat proses hukum belum selesai,” tegas Ipung.
Yang terakhir, Ipung meminta kepada para pejabat di Lingkungan Pemkot Denpasar untuk tidak “memprovokasi masyarakat Serangan.” Mereka (warga serangan) adalah teman-tema saya dan saudara saya. Tolong pertanggungjawabkan apa yang pernah bapak-bapak katakan bahwa tanah itu adalah milik Pemkot berdasarkan SK Walikota Denpasar No 188.45/575/HK/2014,” pinta Ipung.
Ipung menambahkan, dengan mengatakan tanah atau jalan itu hasil dari swadaya masyarakat, artinya ada upaya untuk membenturkannya dengan warga.
“Tolong pak jangan jadi provokator, tolong taati atau patuhi semua putusan pengadilan yang saya miliki dari tahun 1974 sampai 2020, mulai dari putusan Pengadilan Negeri sampai putusan Mahakamah Agung,”pungkasnya.***
Editor – Igo Kleden