Meski Kecewa, Ipung Terima Putusan Hakim dan Berjanji Akan Kawal Jika Jaksa Banding

by Igo Kleden
141 views

DENPASAR, DICTUM – Sidang kasus kejahatan seksual anak dengan terdakwa berinisial FS asal Jepangberlanjut hari ini (Selasa,13/12/2022) dengan mendengarkan amar putusan hakim. Hakim Pengadilan Negeri Denpasar, Kony Hartanto dalam amar putusannya menjatuhkan vonis kepada terdakwa FS dengan hukuman 2,3 tahun dengan perincian pidana kurungan selama 2 tahun dipotong masa tahanan dan 3 bulan kerja sosial.

Dengan vonis ini berarti putusan hakim  sesuai dengan tuntunan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni pidana kurungan selama 2 tahun dipotong masa tahanan, dan 3 bulan kerja sosial.

Putusan pidana 2,3  tahun yang dijatuhkan Hakim Pengadilan Negeri Denpasar ini berdasarkan pertimbangan hal-hal yang memberatkan, dan meringankan. Hal-hal yang memberatkan adalah perbuatan anak FS merusak masa depan korban. Dan perbuatan FS membuat malu dan korban mengalami trauma. Sedangkan hal-hal yang meringankan bahwa terdakwa mengakui terus terang perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. FS masih berstatus pelajar dan belum pernah dihukum. Demikian pula keluarga FS telah berusaha meminta maaf kepada keluarga korban serta FS masih berusia muda dan ingin melanjutkan sekolah.

Meskipun putusan Hakim dalam perkara ini sesuai dengan tuntutan JPU, namun Jaksa Ni Putu Widyaningsih  menyatakan pikir-pikir. “Kami masih pikir-pikir yang mulia,” ungkap JPU.

Ipung, Kuasa Hukum Korban serta Aktivis Perempuan dan Anak

Terhadap putusan hakim dan sikap jaksa yang pikir -pikir,  kuasa hukum korban, Siti Sapura atau  akrab disapa Ipung  yang dijumpai usai sidang menyatakan masih kurang puas dengan putusan hakim namun pihaknya tetap mengapresiasi keputusan majelis hakim.

“Sebenarnya saya agak kecewa dengan putusan yang terlalu ringan, di bawah hukuman minimum. Tapi inilah undang-undang di Indonesia. Dimana, selain ada pasal 79 ayat 2 yang mengatakan separuh dari ancaman orang dewasa, ada juga bahasa yang mengatakan anak tidak kenakan batas minimum,” ujar Ipung yang juga aktivis perempuan dan anak ini.

Lebih lanjut Ipung  mengatakan, setiap orang memiliki penafsiran yang berbeda-beda. Sebab, dengan lahirnya Perpu Nomor 1 Tahun 2016 yang menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016, yang khusus mengatur pasal 81 tentang persetubuhan, pasal 82 tentang pencabulan, menjadi kejahatan yang luar biasa. Di sinilah perbedaan kita menafsirkan pasal tersebut karena kalau kita masih mengacu kepada kekerasan seksual yang sudah menjadi kejahatan yang luar biasa maka seharusnya tidak lagi mengacu kepada pasal 79 UU Nomor 11 tahun 2012 tentang tentang sistem peradilan pidana anak ayat 3. Sebab dalam ayat ini masih menjadi kejahatan biasa. Tetapi bila sudah menjadi kejahatan yang luar biasa, maka hukumannya punya batas minimum. Inilah sedikit berbeda mengartikan pasal undang-undang sistem peradilan anak dari pasal 81 Undang-undang Nomor 11 tahun 2002.

Sekalipun kecewa, Ipung tetap berterima kasih kepada majelis hakim yang memutuskan perkara ini.  Sebab menurut Ipung  dalam putusannya, hakim sama sekali tidak mengurangi lama hukuman sebagaimana yang dituntut oleh JPU.

“Putuan hakim tidak kurang satu hari pun, bahkan setengah hari pun dari tuntutan jaksa yaitu 2 tahun penjara dan 3 bulan bekerja. Saya berterimakasih banyak walaupun agak sedikit kecewa karena terlalu murah bagi saya. Kita menjual anak Indonesia, mengorbankan anak Indonesia, dengan hukum Indonesia,” ujarnya.

Sebab terdakwa adalah WN Jepang yang sudah melakukan kejahatan seksual terhadap anak Indonesia. Semoga hal yang sama jangan sampai terjadi lagi.

Terkait dengan adanya upaya banding oleh JPU, Ipung berjanji akan mengawal kasus ini sampai dimanapun. Sebab ia mengakui, hukuman yang sangat ringan ini jangan sampai diringankan lagi di tingkat banding.

Sementara itu, salah  seorang  kuasa hukum terdakwa, Dewa Ayu Putu Sri Wigunawati mengatakan, putusan ini adalah yang terbaik. Sebab baik pelaku maupun korban adalah anak-anak.

“Putusan hukuman 2 tahun penjara dan 3 bulan kerja sosial adalah yang terbaik, bagaimana anak ini bisa untuk disiplin, kemudian merubah diri menjadi lebih baik lagi dari sebelumnya,” ujarnya. Intinya adalah terdakwa yang masih berusia anak itu agar lebih baik di masa yang akan datang, diberikan sanksi sosial berupa kerja dan masih ada kesempatan untuk sekolah.

Sementara itu FS hingga saat ini ditahan di Rutan Polresta Denpasar sejak 16 November 2022.***

 

 

 

Berita Terkait