Oleh : Agus Widjajanto
Sejarah selalu berulang, walau dengan pola yang hampir sama, walaupun waktu dan jaman berbeda. Kondisi saat ini, dimana rakyat hanya Jadi obyek bukan subyek, Partai Politik bukan lagi mewakili dan menyuarakan Suara Rakyat yang katanya adalah Suara Tuhan (Vox Populi Vox Dei). Partai digunakan sebagai sarana untuk mencapai kekuasaan.
Memanasnya laut China Selatan, setelah Tiongkok China menklaim garis putih dalam Zona Ekonomi Eksklusif yang ada di peta terbaru Laut Tiongkok selatan adalah milik China. Sementara beberapa wilayah Serawak milik Malaysia dan Vietnam, menimbulkan ketegangan kawasan Asia Tenggara . Sengketa pulau Taiwan yang tetap dianggap dan diklaim sebagai wilayah daratan dari China Tiongkok, maka sewaktu – waktu akan timbul gesekan yang berakibat meletusnya perang besar di Kawasan Indo Pasifik.
Situasi yang terjadi di Kawasan Indo Pasifik saat ini, penulis mencoba memberi pemahaman dan pencerahan kepada generasi milenial dari prespektif sejarah, yakni Kerajaan Majapahit yang mengusir tentara Mongol dari Pulau Jawa.
Kerajaan Majapahit didirikan oleh Raden Wijaya Kertarajasa yang bergelar Sri Rama Wijaya Kertarajasa Jayawhardana, berkuasa dari tahun 1293 M – 1309 M. Dibawah kepemimpinannya, menjadikan Majapahit sebagai Imperium bercorak Hindu Budha terbesar di Asia Tenggara yang disebut Nusantara.
Raden Wijaya adalah menantu dari Raja Singosari terakhir, Raja Kertanegara yang berkuasa dari tahun 1268 – 1292 M. Menjabat sebagai salah satu Senopati atau panglima perang dikerajaan Singosari saat terjadinya pemberontakan Adipati Gelang Gelang di daerah Madiun. Mengerahkan Pasukan Jaran Goyang menyerbu dari arah Utara kerajaan Singosari, Raden Wijaya tidak bisa menyelamatkan Singosari.
Runtuhnya kekuasaan Raja Kertanegara karena pemberontakan dari Adipati Gelang Gelang Madiun , maka kekuasaan beralih pada Raja Jayakatwang. Raden Wijaya kemudian melarikan diri ke daerah Madura, sekarang Sumenep, sambil menggalang kekuatan karena dirinya menjadi buronan nomor satu dari Raja Jayakatwang.
Atas saran dari Adipati Arya Wiraraja dari Sumenep, Raden Wijaya memohon pengampunan dan bersumpah, setia terhadap Raja Jayakatwang. Raden Wijaya dihadiahi tanah perdikan daerah hutan Tarik di alur Sungai Berantas hingga Madura. Wilayah inilah yang menjadi epos Perang Maha Barata, saat tentara Tar Tar dari Khubilai Khan menyerbu Tanah Jawa, (Kerajaan Singosari) saat diimpin Raja Kertanegara .
Menurut Pustaka Rakyat Bhumi Nusantara 1989, Nama asli Raden Wijaya adalah Sang Nararya Sang Ramawijaya yang merupakan pangeran Kerajaan Sunda Galuh yang bernama Rakyan Jayadharma. Ibu nya adalah Dyah Lembu Tal adalah cucu dari Ken Arok pendiri kerajaan Singosari (Denny Yudo Wahyudi , Kerajaan majapahit Dinamika dalam sejarah Nusantara, 2013 Univ Negeri Malang).
Dengan demikian, Raden Wijaya Mengalir darah Sunda dari ayahanda yang merupakan Raja Galuh dan darah Jawa timur dari ibunya yang merupakan cucu dari Ken Arok. Raden Wijaya seharusnya berpeluang mewarisi kerajaan Sunda Galuh, tetapi dirinya memilih mengabdi pada tempat asal Ibundanya yakni Singosari.
Dalam kitab Pararaton, R Wijaya mengawini putri dari Raja Kertanegara dan mantan istri dari Raja Kertanegara dan mengangkat Ratu Gayatri sebagai Permaisuri. R Wijaya juga mengawini Putri dari kerajaan Dharmasraya di Sumatera Barat, yang bernama Dara Petak, dan dibawa dari perjalanan ekspedisi Pamalayu oleh Kerajaan Singosari pada tahun 1275 hingga tahun 1286 M.
Pada Tahun 1293, Khan yang Agung dari kerajaan Mongol, mengirim pasukan dalam jumlah dua Brigade dengan ratusan kapal menyerbu Kerajaan Singosari. Penyerbuan ini untuk membalas penghinaan dari Raja Kertanegara terhadap utusan dari Khubilai Khan. Pasukan Mongol t dipimpin oleh Shihpi, Kau Hsing , dan Ike Mese.
Dalam perjalanan ke Jawa, dihantam hujan badai di Laut China Selatan. Sebelum mendarat di Tuban terlebih dahulu mengatur strategi penyerbuan di sekitar Pulau Karimun Jawa. Dari Tuban, pasukan dibagi dua ada yang masuk lewat aliran sungai Sedayu Gresik ( dikutip dari buku Menuju puncak kemegahan Kerajaan Majapahit ,karangan Slamet Mulyono ).
Memanfaatkan situasi, Raden Wijaya berkoalisi (gerakan bawah tanah dan politik), dengan tentara Mongol yang dipimpin Shihpi dan Kau Hsing, menyerbu dan menghancurkan kekuatan Raja Jayakatwang. Setelah meraih kemenangan dan atas strategi dari Adipati Aryawiraraja yang tetap setia pada Raja Kertanegara (R Wijaya menantu Raja Kertanegara), dirayakan dengan pesta Babi guling dan minuman arak.
Literatur sejarah menulis, tentara Mongol akhirnya kocar – kacir, lari tunggang – langgang dan dengan kapal yang masih tersisa, kembali berlayar menuju ke Utara. Raden Wijaya memperoleh kemenangan, baik secara politik maupun kekuatan militer.
Bagaimana dengan perspektif sejarah dikaitkan dengan Geo Politik dan Geo Strategis saat ini di Asia Tenggara khususnya di Indonesia, setelah penyerbuan Rusia ke Ukraina ? Perang saat ini masih berlangsung dengan ikut campur tangan-nya kekuatan NATO dan bergabung nya bekas negara Negara Uni Soviet. Situasi ini mengganggu pasokan minyak dan gandum yang dihasilkan oleh negara yang sedang berperang.
Kondisi ekonomi dan Terbatasnya sumber daya alam adalah faktor paling dominan dalam meletusnya perang. Tiongkok China sendiri masih menganggap Taiwan adalah bagian dari China daratan dan satu etnis walau beda politik.
Sangat sulit memprediksi untuk tidak terjadi nya perang atas konflik politik Antara China Tiongkok dengan Taiwan dan Amerika serta sekutunya. Australia, United King Dom dan Amerika Serikat, punya kepentingan untuk membantu Taiwan dengan kepentingan ekonomi dan politik Geo Strategis-nya. Walau dibungkus dengan slogan kebebasan demokrasi dan apabila ternyata pecah perang di tahun 2023, yang merupakan tahun yang sulit diprediksi dan sesuai Ramalan Notrademus, akan terjadi Perang Dunia Ketiga.
Apabila terjadi imbasnya dengan letak Geo Strategis dengan Dua Alki yaitu Selat Sunda Dan Selat Lombok yang merupakan jalur terdekat bagi Australia menuju Laut China Selatan, serta halaman belakang kita sendiri di Natuna, yaitu Laut Natuna Utara, akan jadi ajang peperangan , yang mau tidak mau pasti berimbas secara ekonomi dan politik serta kekuatan pertahanan kita dalam Kaitan Pertahanan Rakyat Semesta dari segi Geo Strategis.
Bagaimana dengan Geo Politik dalam negeri yang mana pada tahun 2024, dengan menggelar Pemilu serentak, pemilihan presiden dan wakil presiden, Kepala Daerah dan Legislatif tentu sangat rawan dan berat bagi petugas pengamanan. Belum lagi kondisi hukum dan peradilan di negeri ini. Hukum bukan lagi menjadi panglima tapi sudah merupakan komoditas bisnis yang orientasinya adalah Uang. Sehingga keadilan sangat mahal yang harus ditebus .
Sejarah selalu berulang, walau dengan pola yang hampir sama, walaupun waktu dan jaman berbeda. Kondisi saat ini, dimana rakyat hanya Jadi obyek bukan subyek, Partai Politik bukan lagi mewakili dan menyuarakan Suara Rakyat yang katanya adalah Suara Tuhan ( Vox Populi Vox Dei ).
Partai digunakan sebagai sarana untuk mencapai kekuasaan. Bukan tidak mungkin, apabila terjadi perubahan Geo Politik Global dan Geo Politik dan Geo Strategis Kawasan Indo pasifik maka akan lahir Raden Wijaya untuk menyelamatkan negeri ini dari Sistem Politik dan Sistem Ekonomi yang tidak lagi merujuk pada Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan sumber dari segala sumber hukum.
Pancasila awalnya dirancang dan diilhami dari filosofi luhur dari para leluhur para Raja besar di Bumi Pertiwi ini, Saat ini dinilai sudah keluar dari cita cita serta sendi sendi Ekonomi Kerakyatan dan Gotong Royong sesuai amanat dari para Pendiri Bangsa dulu. Sistem politik berdasarkan sistem perwakilan, ada Lembaga Tertinggi sebagai perwujudan dari suara rakyat. Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) ide dari H. Agus Salim, panitia kecil pembahasan dasar negara yang diketuai oleh Soekarno, yang dibentuk oleh BPUPKI.
Saat itu tujuannya sesuai cita cita proklamasi yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Keduanya merupakan Dwi Tunggal tidak bisa dipisahkan, saling mengisi diantara keduanya. Dasar Negara dan Hukum Dasar sebagai soko guru-nya negara ini, untuk mencapai tujuan, Gemah Ripah Loh Jinawi, Toto Tentrem Kerto Raharjo Adil Makmur. Semoga Tuhan melindungi kita semua, Amin ****
Penulis adalah praktisi hukum dan pemerhati Budaya