Agus Widjajanto : Putusan Ambivalen, MK Tak Konsisten Jaga Konstitusi dan Demokrasi

by Nano Bethan
137 views
Opini Agus Widjajanto

DENPASAR, TABLOIDDICTUM.COM – Mahkamah Konstitusi (MK), Senin, 16 Oktober 2023 lalu memutus empat permohonan uji materi uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dari keempat permohonan tersebut, MK  mengabulkan  salah satu permohonan terkait batas usia calon Presiden dan Wakil Presiden. Dalam putusannya, MK menyatakan, Kepala Daerah yang pernah atau sedang menduduki jabatan meskipun berusia di bawah 40 tahun bisa mencalonkan diri sebagai Presiden atau Wakil Presiden, memicu pro dan kontra di masyarakat.

Reaksi yang cukup keras diberikan oleh Agus Widjajanto, SH. MH., praktisi hukum dan pemerhati Sosial Politik.  “Saya melihat putusan MK ambivalen, ada ketidakkonsistenan pada diri Mahkamah Kontitusi sebagai penjaga Kontitusi dan Demokrasi yang tidak lagi mencerminkan kekuasaan kehakiman yang imparsial, merdeka, dan bebas dari intervensi politik,” ungkap pengacara yang berkantor di daerah Cikini, Jakarta itu.

Dihubungi, Rabu, 18 Oktober 2023, Agus Widjajanto dengan tegas mengatakan, MK telah mencampuri wewenang badan legislasi yang menentukan open legal police dalam batas usia capres dan   cawapres. “Lebih mirisnya lagi, MK memutus yang bukan lagi wewenangnya atau Ultra Vires,”tegasnya.

Seperti diketahui, MK pada Senin 16 Oktober 2023 kemarin, memutus empat uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017 tentang Pemilu, utamanya terkait Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Dari empat permohonan tersebut, tiga gugatan masing-masing Nomor 29/PUU-XXI/2023 (PSI), Nomor 51/PUU-XXI/2023 (Partai Garuda) dan Nomor 55/PUU-XXI/2023 (Walkot Bukittinggi dkk) dinyatakan ditolak.

Sementara satu permohonan terakhir, yakni Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang diajukan mahasiswa Universitas Surakarta (UNS), Almas Tsaqibbirru dikabulkan sebagian oleh MK. Almas Tsaqibbirru merupakan mahasiswa Fakultas Hukum UNS angkatan 2019 dan putra dari Koordinator MAKI Boyamin Saiman.

Agus Widjajanto mengungkapkan, jika dibandingkan putusan terhadap batas minimal usia calon presiden – calon wakil presiden dengan putusan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20 persen, ada ketidakkonsistenan MK. Padahal, kedua gugatan tersebut muaranya adalah sama-sama menegakkan demokrasi yang dianut Indonesia.

“Gugatan presidential threshold (PT) atau ambang batas pencalonan presiden yang digugat beberapa pihak agar bisa nol persen, bukan 20 persen, bukankah ditolak MK? Padahal tujuannya juga sama, agar dapat tersalur demokrasi tanpa adanya batasan,” jelas Agus.

Pria asal Kudus Jawa Tengah itu lantas menyoroti Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 91/PUU-XXI/2023 yang dilayangkan oleh satu Pemohon yakni Almas Tsaqibbirru. Dimana gugatan yang dilayangkan ke MK pernah dicabut oleh kuasa hukumnya, Jumat 29 September 2023. Berselang sehari, Sabtu, 30 September 2023, Pemohon membatalkan pencabutan kedua perkara a quo itu.

Menurutnya, apabila benar yang dikatakan Hakim Konstitusi, Arief Hidayat, bahwa gugatan sudah (pernah) dicabut tapi kemudian dianulir, serta pihak penggugat tidak mempunyai kepentingan seperti yang dikatakan Hakim Konstitusi Soehartoyo, hingga terjadi Dissenting opinion, maka sungguh merupakan preseden buruk bagi MK sendiri sebagai Penjaga Demokrasi dan Penjaga Kontitusi.

“Bisa menjadi preseden buruk, karena aturan main dalam hukum acara yang sudah jadi pedoman sepanjang syarat formal tidak terpenuhi, maka secara materi tidak lagi dibahas apalagi dikabulkan,” ungkap Agus Widjajanto

Lebih lanjut ditegaskan bahwa, yang diuji dalam gugatan MK adalah tentang batas paling rendah adalah 40 tahun. Kemudian sesuai petitum yang diajukan Pemohon Almas dengan meminta ditambahkan frasa ‘berpengalaman sebagai kepala daerah’, akan menimbulkan bias penafsiran dalam sebuah Undang-Undang.  “Di dalam Undang-Undang tidak ada tentang persyaratan pengalaman menjadi penyelenggara negara atau pengalaman kepala daerah,” paparnya.

Agus Widjajanto menuturkan, Perancis dalam Pemilihan Presiden 2022, Emmanuel Macron terpilih Presiden terrmuda pada usia 39 tahun. Namun ditegaskan bahwa terkait Emmanuel Macron ini bukan menyangkut usia muda atau tua, meski diyakini ketokohan Macron dalam usia muda menjadi Presiden bisa menjadi inspirasi bagi generasi muda di Indonesia.

Tetapi dalam konteks menyangkut UU No 7 tahun 2017 tentang Pemilu yang mensyarakan batas minimal usia calon presiden dan wakilnya, sepatutnya pertimbangan hukum dalam uji materi di MK harus komprehensif. Bukan kemudian memunculkan kesan adanya kepentingan politik, misalnya terkait momentumnya yang kurang pas jelang Pilpres 2024 yang pendaftarannya tinggal menghitung hari.

“Apalagi memakai frasa pernah menjabat kepala daerah bupati, walikota atau Gubernur, harusnya pertimbangannya untuk semua warga negara, yang sama kedudukannya di dalam hukum sesuai diatur kontitusi tertulis kita,” pungkas Agus Widjajanto.   NAN

Berita Terkait