PNBP Diperoleh dari Kegiatan Legal, Hanya Berdasar  SK Rektor SPI Unud Tidak Sah

by Nano Bethan
86 views
OTT Bendesa Adat

DENPASAR, TABLOIDDICTUM.COM – Penanganan perkara pungutan liar (Pungli) dan penyimpangan pengelolaan dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Univesitas Udayana (Unud) dengan terdakwa,  Prof. Dr. Ir. Prof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng. IPU, menjadi bias dengan opini publik yang sengaja dilakukan di media sosial maupun beberapa media meanstream.

Seharusnya, kita semua menghormati proses peradilan dan proses hukum di persidangan dengan tidak membuat opini yang dapat membuat bias fakta yang terungkap dipersidangan.

Menurutnya, penanganan kasus SPI bukan untuk menyidangkan perbuatan penerimaan mahasiswa baru dengan cara “titipan”. “Hal titip menitip dalam kasus ini berkaitan erat dengan penyalahgunaan kewenangan,  dengan sengaja membuat pungutan tanpa dasar hukum sehingga dapat dikatakan sebagai pungutan liar.

Pungutan tersebut  dilakukan  oleh seseorang yang digaji oleh negara (Unud, red) sehingga kualifikasi perbuatan-perbuatan tersebut masuk dalam ranah perbuatan korupsi,” ungkap Kepala Seksi Penerangan Hukum (kasi Penkum) Kejati Bali, Putu Agus  Eka Sabana.

Baca juga : Tersangka Lain, Menunggu “Nyanyian” Prof. Antara di Persidangan

Kasi Penkum membantah adanya opini yang mengatakan, negara yakni Unud, diuntungkan dengan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) melalui SPI penerimaan mahasiswa baru seleksi jalur mandiri.

“Harus dipahami bahwa PNBP didapat dari perolehan kegiatan yang sah atau legal. Penggunaan dana PNBP tersebut secara spesifik seharusnya dipergunakan untuk infrastruktur dan sudah direncanakan sebelumnya. Negara tidak boleh memungut pendapatan secara tidak sah,” lanjut Eka Sabana.

Sementara dalam dalam kasus ini, yakni pungutan SPI di Universitas Udayana Tahun Akademik 2018/2019 sampai 2020/2021  dan Tahun Akademik 2022/2023,  pungutan SPI tersebut dibuat secara tidak sah.

“Sudah diungkapkan secara jelas dan gamblang dalam surat dakwaan Penuntut Umum yang saat ini diperiksa dipersidangan bahwa terdapat fakta dinikmatinya perolehan yang tidak sah untuk kepentingan pribadi didalam kasus SPI Unud tersebut,” jelasnya.

Dikatakan, perkara SPI Unud tidak ada muatan sakit hati atau balas dendam maupun tindakan semena – mena aparat penegak hukum, dalam hal ini Kejaksaan Tinggi Bali.  “Perkara ini diekspos di Kejaksaan Agung. Terbukti ada unsur tindak pidana korupsi maka dilanjukan dan saat ini sudah sampai proses persidangan di Pengadilan Tipikor,” kata Eka Sabana.

Baca juga : Digiring ke Mobil Tahanan, Rektor Unud Prof. Antara Tak Mau Dipegang Petugas Kejaksaan

Lebih lanjut menurut Kasi Penkum, Wakil Rektor II Bidang Umum dan Keuangan, Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuna dalam keterangannya sebagai saksi dipersidangan dengan terdakwa, Dr. Nyoman Putra Sastra,  I Ketut Budiartawan dan I Made Yusnantara, mengakui ada kekeliruan.

Wakil Rektor II mengatakan,  aturan yang dipakai sebagai dasar pelaksanaan SPI hanya SK Rektor Unud dan tidak termuat dalam PMK (Peraturan Menteri Keuangan).  Selain itu, Prof. Wiksuana mengatakan  bahwa, SPI dijadikan sebagai bagian dari tarif layanan Universitas Udayana.

Menurut Eka Sabana, berbicara tarif layanan maka itu harus diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) dan PMK. Tetapi itu tidak ada dalam PP Nomor 23 Tahun 2005 yang diubah dalam PP Nomor 74 Tahun 2014 tentang pengelolaan keuangan BLU dan PMK nomor 51 dan 95 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Universitas Udayana. “Tidak disebutkan SPI sebagai salah satu tarif layanan,” pungkas Kasi Penkum.  009

Berita Terkait