Korelasi Ramalan Michael Nostradamus dan Jangka Jayabaya, Lahir  Agama Budi dan Muncul Satriyo Panandito Sisihaning Wahyu

by Nano Bethan
81 views
Opini

Oleh : Agus W Soerjo Projo

Michael Nostradamus, Warga Negara Perancis,  keturunan Yahudi sebagai seorang sufi dari Kristen Ortodok sangat terkenal dengan ramalannya yang kerap kali terbukti. Ramalan  Michael Nostradamus yang ditulis oleh Fistwith dan Peter Lori dalam bukunya yang berjudul The  End Of The Millenium profesi 1992 hingga 2001, menyatakan bahwa tahun 2022 akan muncul seorang calon pemimpin yang ditakdirkan akan merubah Peradaban Dunia.

Membawa,  A  New  World  Religion  dengan julukan “The Man From The East” atau laki –  laki dari Timur, negeri yang terletak pada pertemuan tiga lautan. Kemunculannya dengan  memakai Sorban Biru atau Blue Turban, menggemparkan Dunia Timur dan Barat. Hari Kamis sebagai hari istimewa bagi dirinya dan keyakinan yang dibawanya.

Ramalan Michael Nostradamus ini apakah ini ada korelasi nya dengan ramalan jangka Jayabaya, yang juga menyebutkan tahun 2022 akan datangnya seorang Satriya Utomo, ditengah masyarakat tanpa disadari semua pihak, untuk menyelamatkan negeri ini. Menurut hitungan  ramalan jangka jayabaya, kemunculan Satrio Utomo untuk menghadapi perubahan Geo Politik dan Geo strategis kawasan dan global pada tahun 2030,  yang mana orang Indonesia khusus-nya jawa mengatakan pecahnya Goro Goro besar.

Baca juga : Refleksi Sejarah Bangsa, Hindari Politik Identitas untuk Mencederai Demokrasi

Dalam buku The New World Religion atau Agama Baru di dunia, The Man From The East datang untuk mencerahkan kebuntuan atas segala perbedaan yang semakin besar dari agama – agama yang ada. Dia lahir sebagai penguasa dunia baru yang tidak atau belum pernah dikenal dan diperkirakan oleh umat manusia di seluruh Dunia.

Sementara ramalan Jangka Jayabaya, lahirnya Agama Budi, bersenjata Trisula Weda yang hanya berisi tiga perintah yaitu antara Hati nurani, Pikiran atau akal dan ucapan selalu satu dan manggunggal. Ada korelasinya antara Ramalan dari Michael Nostradamus dengan Ramalan Jangka Jayabaya yang sudah di adopsi dan disempurnakan oleh Raden Ngabehi Ronggo Warsito.

Membicarakan akan datang nya Ratu adil setiap jaman selalu relefan untuk dibicarakan. Medio 1920 ramai  diramalkan akan datang Ratu adil yang membawa bangsa ini menemukan cahaya keadilan. Masyarakat Jawa menyatakan, lahir-nya Satriyo piningit. Pada masa itu lahir Putra sang Fajar, Soekarno atau kusno, yang kemudian memproklamirkan Kemerdekaan Negara Republik Indonesia dengan memanfaatkan kekosongan pemerintahan pasca perang dunia kedua.

Dijaman Reformasi, dalam Ramalan Jangka Jayabaya disebut jaman Kolo Bendu yakni jaman morat – marit,  ketidak pastian, merosotnya budi pekerti. Dimana hukum diciptakan bagi yang kuat dan kaya, tumpul diatas tajam dibawah, berbicara tanpa aturan karena kebebasan berpendapat yang tidak lagi beretika dan sebagainya.

Sesuai ramalan jongko dari Raja Jayabaya, disadur dan diperbaruhi oleh Raden Ngabehi Ronggo Warsito, diramalkan akan datang nya Ratu Adil,  Satriyo Panandito Sisihaning Wahyu,  Dewa atau Tuhan berbadan manusia berparas Batara Surya, bersenjata Trisula Weda.

Baca juga : Mental Para Elit dan Penegak Hukum Bobrok, Berakibat Krisis Multidimensi Tiada Ujung

Senjata Trisula Weda yang dibawa oleh Ratu Adil adalah ajaran suci atau wahyu dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Berisikan ajaran luhur menyangkut budi pekerti sebagai manusia. Bermata tiga dimana antara ucapan, pikiran, akal budi dan hati yang memiliki niat satu yakni manunggal. Merupakan perwujudan dari sifat jujur, benar, bijaksana, ddil, jejeg ( lurus secara vertikal ).

Sejak dulu kala ditemukan sebuah ajaran  mengenai ilmu rahasia leluhur di negeri ini yang dulu disebut Nusantara, yang juga ditulis dalam karya sastra, kitab Sastro Jendro Hayuningrat, yaitu metode pengajaran ilmu dalam tata negara untuk menata tata cara pemerintahan yang menghubungkan benang merah antara sejarah masa lalu, masa kini dan masa depan.

Trisula Weda sendiri adalah senjata tombak dari Dewa Siwa salah satu dari Trimurti. Kegunaan senjata tersebut untuk memerangi sifat angkara murka dari sifat kedagingan dari diri manusia agar menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur adiluhung yang bisa menciptakan Harmonisasi dalam hidup di Dunia sebagai wakil yang Maha kuasa.

Trisula adalah senjata bermata tiga, sedangkan Weda adalah berasal dari bahasa sansekerta yang apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia adalah ilmu pengetahuan yang secara Etimologi artinya mengetahui. Weda merupakan kitab ajaran agama Hindu.

Baca juga : Indonesia Butuh Gayatri Rajapatni, Wanita Hebat Dibalik Kebesaran Kerajaan Majapahit

Tiga mata trisula apabila diterjemahkan dalam Akidah  hukum dogma adalah aturan yang mengatur agar antara niat (Nawaitu), Ucapan dan tindakan (Mu,amallah ) bisa manunggal atau satu, sebagai manifestasi kejujuran sebagai seorang hamba Tuhan.

Tombak, dapat diartikan hubungan Tegak lurus antara manusia dengan Tuhan sang pencipta, dimana hukum alam selalu berlaku hukum sebab akibat. Kita diajarkan untuk selaras dengan hukum alam, Sunatullah. Seperti hal nya Bumi mengitari matahari, dan matahari mengitari Galaksi Bima Sakti, serta bulan mengitari Bumi.

Harmonisasi alam ini hanya bisa diciptakan apabila kita memahami dan melakukan harmonisasi sesuai Sunatullah dan menjalan kan budi pekerti adiluhung jujur dan adil. Sementara bersorban atau berikat biru bermakna terlahir dari Nazab atau keturunan darah biru kerajaan di Nusantara yang terletak di pertemuan tiga lautan.

Trisula Weda sendiri merupakan  sepasang senjata  yang Trisula Raja (laki – laki) dan Trisula Ratu (perempuan) yang  merupakan simbol kehidupan alam raya. Dari Sunatullah, apapun selalu dilahirkan dan diciptakan berpasangan. Identik dengan simbol Lingga dan Yoni yang banyak ditemukan pada situs candi purbakala. Apabila dikaitkan dengan kepercayaan Jawa merupakan kakang kawah  Adi  Ari Ari.

Sedangkan agama budi, seperti diketahui  dalam beribadah dibagi tiga hal, Akidah, mengatur hukum – hukum fiqih dalam aturan agama, Seremonial Ibadah yakni tata cara menjalan kan ibadah  dan Mu’amalah yaitu amal ibadah kita dalam bermasyarakat. Hubungan bukan hanya pada Hablu Minalloh tapi juga Pada Hablu Minnanas   dalam hubungan antar manusia dan dalam bermasyarakat dan bernegara.

Inilah menjadi tonggak stabilnya sebuah negara yang  ditentukan oleh Kebijakan baik pemimpin, rakyat atau kawulo-nya  dan tata aturan atau Akidah dalam perspektif agama Budi seperti yang ditulis dalam jangka Joyoboyo. Memiliki makna,  kita harus mempunyai budi pekerti adiluhung yang luhur sebagai Hamba Tuhan, yang bisa menerapkan Trisula. Antara ucapan, pikiran,  niat atau hati dan tindakan selalu satu atau  manunggal.

Baca juga : Meletusnya Perang Paragreg, Refleksi Sejarah Bangsa Kedepan

Menjalankan tata cara adat istiadat d yang diwariskan para leluhur masa lalu yang terkenal Adiluhung dan penuh bahasa tersirat  dan sarat perumpamaan. Dalam dunia modern telah diajarkan oleh pendidikan Taman Siswa Ki Hajar Dewantoro.

Dalam Ramalan Jongko, dapat dijabarkan bahwa Ratu adil adalah manusia pilihan Tuhan, sakti tanpo aji – aji, bukan manusia di pemerintahan atau pejabat. Segala ucapannya menjadi kenyataan,  Sabdo Tunggal, Kun Fayakun jadi terjadilah. Menang tidak merendahkan lawan, selalu memanusiakan manusia, seperti dalam dongeng dongeng sebenarnya. Apabila Tuhan berkehendak tidak ada yang mustahil di dunia ini, karena seluruh ramalan dari Raja Jayabaya telah  banyak terbukti, tinggal datang-nya Ratu adil tersebut yang belum terjadi.

Datang nya Ratu adil atau yang dalam estilologi jawa, Satriyo Piningit (kesatria yangdisembunyikan oleh alam) untuk membimbing manusia kembali ke jalur selarasnya alam semesta dan keteraturan dunia jagad raya  dengan bersenjata Tri Sula Weda. Mengubah kehidupan dunia yang kacau, tidak lagi mempunyai etika dan budi pekerti untuk menjadi selaras dengan hukum alam sehingga menjadi Harmonis .

Dalam perspektif kekinian dengan masyarakat yang  majemuk seperti saat ini, dengan pola kehidupan bebas seperti kebebasan Demokrasi,  yang sebenarnya adalah produk barat ketika pasca perang dunia kedua, sebagai alat Kolonialisasi modern.

Harapan masyarakat bawah atau kecil menunggu datangnya Ratu adil,  seperti pada jaman Pra kemerdekaan ketika jaman tanam paksa saat penjajahan belanda, adalah harapan yang wajar, memimpikan jaman Gemah Rimpah Loh Jinawe, Toto Tentrem Kerto Raharjo adil dan Makmur.   Semoga dapat memberikan manfaat pencerahan bagi pecinta budaya Jawa dan Bangsa nya yang terkenal Bangsa Adiluhung sopan santun, adap asor, tapi berharga diri sebagai Hamba Tuhan  Yang Esa  ****

Penulis : Praktisi hukum, penulis dan peminat Sospolbud

Berita Terkait