Sejarah Mataram Kuno, Perang Saudara Menyangkut Agama, Renungan dan Refleksi Indonesia ke Depan

by Nano Bethan
439 views
Opini

Oleh.  : Agus Widjajanto

 “Segenap anak bangsa  jangan mau lagi diadu domba dalam politik praktis menyangkut konflik agama apalagi dikaitkan antara pemilihan umum sebagai penyaluran hak demokrasi dengan keyakinan agama”

TABLOIDDICTUM.COM – Pada abad ke tujuh Masehi  di Jawa Tengah bagian selatan, berdiri kerajaan Hindu terbesar yang bernama Mataram Hindu. Keturunannya telah mewariskan peradaban sangat tinggi serta meninggalkan karya agung berupa candi fenomenal yang jadi keajaiban dunia, candi Borobudur dan candi Prambanan atau candi Sewu yang terketak di Magelang dan Klaten, Jawa Tengah.

Kerajaan Mataram kuno didirikan oleh Rakai Mataram sang Ratu Sanjaya,  pendiri dinasti Sanjaya pada tahun 732 M dan berkuasa hingga tahun 760 M. Kerajaannya dinamakan Kerajaan Mataram Hindu karena raja dan masyarakatnya beragama Hindu Siwa.

Raja kedua, Sri Maharaja Rakai Panangkaran yang berkuasa tahun 760 hingga tahun 780 M. Raja ketiga yaitu Sri Maharaja Rakai Panunggalan, Dharma Tungga yang memerintah tahun 780 sampai tahun 800 Masehi . Raja ke empat adalah Raja Sri Maharaja Rakai Warok atau dikenal juga sebagai  Indra Syailendra, yang memerintah tahun 800 hingga 820 Masehi

Dimana saat pemerintahan Rakai Warok, kerajaan Mataram bukan lagi menganut agama Hindu Siwa tapi beralih kepada agama Bhuda Mahayana,  yang menimbulkan perang saudara dalam perang agama dan keyakinan. Perang  terbesar pada saat itu, hingga membuat kestabilan pemerintahan terganggu, karena adanya perpecahan dalam keluarga kerajaan .

Baca juga: Sejak Reformasi, Bangsa Kehilangan Petunjuk Jalan Arah Tujuan Negara

Baru pada saat raja Mataram yang ke lima yaitu Sri Maharaja Rakai Garung atau Raja samaratungga, pemerintahan agak stabil dan perang saudara sudah bisa diredam. Dengan demikian ekonomi negara juga berkembang. Saat itulah  Sri Maharaja Samaratungga membangun candi tempat peribadatan agama Bhuda Mahayana terbesar yang dinamakan candi Sambara Bhudura  atau dikenal dengan candi Borobudur. Candi Bhuda terbesar diseluruh Dunia ini   untuk memberikan penghormatan kepada Kaum Brahmana dan pendeta Budha serta masyarakat mataram kuno untuk bisa menjalankan ibadah dengan baik.

Untuk menjaga kestabilan politik dan keamanan dalam meredam terjadinya pecah perang agama lagi, antara dinasti Sanjaya dengan dinasti Syailendra, maka oleh Sri Maharaja Samaratungga, anak  perempuannya yaitu Pramoerdawardani,   saat dinobatkan menjadi penerus   yang beragama Budha mahayana  dikawinkan dengan Kesatria  Rakai Pikatan  dari Dinasti atau Wangsa  Sanjaya  yang beragama Hindu Sywa  pada tahun 824 Masehi (berdasarkan catatan prasasti Kayumwungan).

Dalam sejarah tidak pernah ditemukan bukti tertulis dalam pembuatan Shambara Budhura atau Borobudur. Tetapi, berdasarkan cerita turun temurun dari masyarakat di Jawa Tengah bagian Selatan, Arsitek Candi Borobudur adakah Resi Gunadharma, yang konon merupakan nama samaran dari Pangeran Rakai Pikatan. Setelah mennyelesaikan pendidikan tinggi di India dan pulang ke Jawa, ditugasi mengarsiteki pembuatan candi budha terbesar tersebut.

Ini mirip karya agung sastra dari Kakawin Negara Kertagama dari  mpu Tantular yang beragama Bhuda Mahayana, menulis kisah tentang Raja besar Majapahit yang beragama Hindu Sywa. Begitupun Mpu Prapanca mengarang epik sastra Sutasoma juga beragama Bhuda Mahayana untuk dipersembahkan pada kekuasaan Masyarakat yang mayoritas Hindu Sywa, jaman setelah  Hayam Wuruk  wafat.

Baca juga: Refleksi Sejarah Bangsa, Hindari Politik Identitas untuk Mencederai Demokrasi

Bahwa perkawinan antar dinasti sebagai perkawinan politik yang beda agama dan keyakinan ini, bertujuan agar seluruh keturunan baik keturunan Wangsa Sanjaya maupun keturunan Wangsa Syailendra ada jaminan keselamatan dan keamanan yang bisa mencapai kesejahteraan bersama. Perkawinan ini   untuk mengakhiri perang saudara dalam perang agama atau agama yang dipolitisasi kalau jaman Demokrasi modern saat ini .

Pada saat Maha Raja Rakai Pikatan yang beragama Hindu Siwa beristrikan Ratu  Pramoerdawardhani dari Wangsa Syailendra yang beragama Bhuda Mahayana, memerintahkan  untuk membuat candi yang bercorak Hindu Siwa, untuk menandingi berdirinya candi Bhuda yakni Shambara Bhudura, Borobudur maka Rakai Pikatan membangun candi Sewu atau candi Prambanan pada tahun 850 M  sebagai tempat ibadah bagi orang yang beragama Hindu Siwa.

Dalam pemerintahan Mataram, saat Rakai Pikatan memerintah, baik agama Hindu Siwa maupun Bhuda Mahayana bisa hidup berdampingan  dengan damai dan mendapat jaminan secara  politik dari kerajaan Mataram kuno saat itu. Bahwa candi Prambanan atau candi Sewu pada saat itu juga dibuat sistem pengairan dengan tata kelola pengairan yang modern. Selain untuk pertanian juga untuk menjaga atau membendung banjir dari sungai Opak  agar candi Prambanan tidak terkurung banjir.

Saat itu telah melakukan sudetan sungai Opak yang awalnya melingkar dijadikan lurus, dimana tehnik sudetan sungai besar jaman itu sudah dikuasi dengan cara manual. Candi Prambanan sendiri memiliki  banyak patung, mencapai hampir 550 patung dengan relief sangat indah dan rumit secara tehnik,  maka setelah mangkat nya Rakai Pikatan  pembangunan  selanjut nya diteruskan oleh Raja Balitung Masa Sumbu, berdasarkan keterangan prasasti “Siwagra ” .

Baca juga: Kakawin Nagara Kertagama, Merupakan Sumber dari Nilai – nilai Pancasila

Bahwa perang saudara yang berlatar belakang politik agama saat itu, sesuai catatan sejarah antara Rakai Pikatan dengan Bala Putra Dewa, yang memperebutkan tahta kerajaan Medang Mataram Kuno. Meskipun bertahan dibenteng Ratu Boko yang terbuat dari timbunan batu, Bala Putra Dewa kalah  dan memilih menyingkir ke Sumatera ke tanah kelahiran ibunya  dan mendirikan kerajaan Sriwijaya yang bercorak Bhuda, yang kemudian kerajaan Bhuda terbesar di Asia tenggara.

Bahwa candi Prambanan adalah candi Hindu terbesar yang telah dibangun di Jawa saat itu, beberapa sejarawan menduga bahwa dibangun nya candi Prambanan sebagai candi Hindu Siwa terbesar untuk menandai kembalinya dinasti  Wangsa Sanjaya dipemerintahan  setelah  hilang nya kekuasaan pada saat Raja Mataram kuno dijabat oleh Raja Rakai Warok atau Raja Indra Syailendra.

Candi Prambanan sendiri dibangun oleh Rakai Pikatan pada tahun 856 Masehi. Prasasti Wantil juga menyebutkan bahwa Rakai Pikatan alias Rakai Mamrati turun tahta menjadi brahmana bergelar Sang Jatiningrat pada tahun 856 Masehi. Tahta kerajaan kemudian dipegang oleh putra bungsunya, Dyah Lokapala alias Rakai Kayuwangi.

Pada tahun 930 karena kondisi alam menyangkut  geografis, adanya bencana alam meletusnya  gunung Merapi, mengakibatkan candi Borobudur terpendam lumpur gunung berapi dan candi Prambanan rusak parah. Oleh Mpu Sendok ibukota Mataram dipindah ke Jawa Timur  dengan mendirikan dinasti Isyana, sebagai berdiri nya sejarah baru di Jawa Timur yang akan melahirkan Raja – raja Singosari hingga Majapahit nantinya.

Candi Borobudur yang merupakan candi budha terbesar di dunia yang berbentuk bunga teratai ditengah kolam raksasa (Danau) telaga warna,  baru ditemukan lagi setelah ratusan tahun tertimbun lahar  oleh tentara Inggris dibawah Pimpinan Thomas Stanford Raffles pada tahun 1814 M dalam keadaan hancur .

Baca juga: Apakah Hukum Berkaitan dengan Norma dan Etika ? Ini Pendapat Praktisi Hukum Agus Widjajanto

Refleksi sejarah masa lalu yang bisa kita ambil untuk Indonesia kedepan, bahwa bangsa ini adalah bangsa yang mempunyai kebudayaan sangat tinggi dan adi luhung. Dimana bangsa bangsa lain dibelahan bumi lainnya masih belum berbudaya dan menguasai tehnis rancang bangun, nenek moyang kita sudah menguasai.

Bangsa ini juga sudah  pernah mengalami perang agama di Nusantara yang merupakan perang agama terbesar saat itu dan bisa berahir karena sifat keteladanan dan kebijakan serta kebesaran hati dari pemimpin saat itu, yakni Raja Sri Maharaja Samaratungga dan anaknya Raja Sri Maharaja Rakai Pikatan serta Maha Dewi Pramoerdawardhani sebagai ratu dari Wangsa Syailendra.

Sejarah masa lalu sebuah Bangsa, khususnya sejarah dari kebesaran bangsa kita  bisa menjadi bekal pengalaman, kekuatan serta  ketetapan hati setiap anak bangsa pada saat ini dan generasi kedepan agar belajar dari sejarah masa lalu.

Jangan sekali kali melupakan sejarah ( Jas Merah ) seperti yang di gaungkan Bung Karno dimana segenap anak bangsa  jangan mau lagi diadu domba dalam politik praktis menyangkut konflik agama apalagi dikaitkan antara pemilihan umum sebagai penyaluran hak demokrasi dengan keyakinan agama-nya. Ini  merupakan tindakan pengerdilan akan kecerdasan dan kebesaran  bangsa menyangkut peradaban dan  sejarah masa lalu bangsa ini.

Leluhur – leluhur  kita sudah pernah mengalami dan sejarah masa lalu, para pendiri bangsa (Founding Father) membentuk Dasar Negara yaitu Pancasila  sebagai falsafah dan pandangan hidup bangsa, diadopsi dan diilhami dari nilai nilai luhur masa lalu sebagai bangsa yang Gung Binantoro (terkenal karena kebesarannya dan keagungan peradaban budaya) untuk tetap menjaga toleransi dalam beragama. Saling menghormati sebagai sesama anak bangsa, Demi Indonesia tercinta, yang bersemboyan Bhineka Tunggal Ika, Tan Hana Dharma Mangrwa.

Penulis adalah Praktisi hukum di Jakarta, Penulis dan Pemerhati masalah Politik Sosial  dan Budaya

Berita Terkait