Amicus Curiae, Terobosan Hukum dalam Jagad Peradilan Ditinjau dari Sistem Hukum Peradilan di Indonesia

by Nano Bethan
87 views
Opini

Oleh : Agus Widjajanto

Meskipun belum menjadi praktik yang umum, kehadiran Amicus Curiae dapat membantu pengadilan dalam memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang masalah yang disidangkan dan memperkaya proses pengambilan keputusan

DICTUM.COM – Amicus Curie, Sahabat Pengadilan, jagad peradilan kita saat ini sedang diramaikan dengan istilah ini. Mungkin istilah baru bagi orang awam, setelah Megawati Soekarno Putri,  Ketua Umum Partai PDI Perjuangan mengajukan surat tertulis sebagai pendapat pribadi kepada Majelis Hakim Mahkamah Kontitusi ( MK ) dalam kasus permohonan gugatan sengketa Pilpres pasangan 01, Anis Baswedan –  Muhaimin Iskandar dan 03 Ganjar Pranowo – Mahfud MD terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Megawati sebagai Ketua Umum PDI Perjuangan yang mengusung pasangan 03, Ganjar – Mahfud, memberikan pertimbangan dan masukan kepada Hakim MK dalam memutus sengketa hasil pemilu 2024. Terlepas dari itu, yang ingin penulis soroti adalah kedudukan legal dari Amricus Curiae dalam sistem peradilan di Indonesia yang menganut sistem Eropa Continental.

Sebagaimana diketahui ada beberapa alat bukti pada hukum acara yang diatur oleh Mahkamah Kontitusi yaitu, bukti surat, teterangan saksi, keterangan ahli, Keterangan para pihak, petunjuk dan alat bukti berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan dan diterima secara elektronik dengan optik atau serupa.

Dalam Undang Undang Kekuasaan Kehakiman menyangkut “Freedom Of Judge” dalam kewenangan hakim, dimana penyelenggaraan suatu kekuasaan peradilan yang merdeka merupakan salah satu ciri khas negara hukum dan dijamin secara konstitusional. Hakim diberikan wewenang untuk menggali peraturan yang ada di masyarakat untuk memutus perkara. Tidak hanya terpaku pada dogma Undang – Undang yang ada, yang sebetulnya bisa merubah wajah hukum di negeri ini jikalau ada terobosan hukum sesuai aliran hukum Progresif.

Baca juga: Manunggal Kawuloning Gusti atau Manunggal Kalawaning Gusti dalam perspektif Kepemimpinan Nasional

Disinilah Kuasa hukum Pasangan 01 dan 03 melakukan terobosan hukum dengan mengajukan pendapat pribadi/masyarakat menyangkut perkara yang sedang berjalan yang merasa keadilannya terusik. Surat Megawati Soekarno Putri diharapkan bisa dijadikan petunjuk hakim, walau Amicus Curiae belum diatur di sistem peradilan kita sebagai alat bukti.

Prof Satjipto Rahardjo , sebagai penggagas hukum progresif di Indonesia mepertanyakan, Apakah hukum untuk manusia ataukah manusia untuk hukum?  Menurut Prof Satjipto sendiri, hukum adalah untuk manusia bukan manusia untuk hukum.

Hukum memang tidak pernah didefinisikan secara statis (Ajeg) dan hukum akan selalu dinamis, berkembang sesuai perkembangan jaman dan masyarakat itu sendiri. Dimana hukum idealnya memang diperuntukan guna menolong pada manusia untuk mencari keadilan dalam kehidupan bernegara.

Progresifisme yang diajukan oleh Prof. Satjipto bukanlah suatu kebebasan tanpa batas. Terlebih lagi, beliau selalu melandasi pemikirannya pada nilai – nilai Pancasila, bukan semata-mata pada persoalan adanya ketidakadilan dan ketidakbenaran yang dirasakan oleh pihak pencari keadilan di ruang sidang yang sarat dengan pergulatan kemanusiaan tetapi tetap harus diterangi oleh wahyu Ilahi sebagai pondasi dalam memberikan keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Baca juga: Kakawin Nagara Kertagama, Pemikiran Soepomo dan Perspektif Ketatanegaraan dalam Demokrasi Pancasila

Amicus Curiae yang dipandang sebagai terobosan baru dalam sistem peradilan di Indonesia, tidak serta merta diterima sebagai taken for granted, tanpa mengkritisinya dengan menggunakan filter Pancasila. Hakim Mahkamah Konstitusi yang dipandang sebagai negawaran, manusia yang terhormat, primus inter pares, yang dipercaya sebagai constitution guardian, juga adalah manusia biasa, yang tidak luput dari salah karena manusia adalah tempatnya salah, tetapi hati nuraninya sangat menentukan arah perjalanan hukum ketatanegaraan Indonesia pada masa mendatang.

Itu sebabnya Prof. Satjipto sangat concern dengan tekad untuk mengajak seluruh kelas menengah Indonesia agar mampu membangun partisipasi seluruh masyarakat Indonesia untuk membangun hukum yang berhati nurani berdasarkan nilai – nilai luhur nenek moyang seluruh suku Nusantara yang oleh Bung Karno diajukan sebagai Pancasila.

Amicus Curiae sendiri sebetulnya dalam praktek peradilan di Indonesia, baik peradilan pidana maupun perdata dan PTUN kerap terjadi dan sudah lama berlangsung. Biasanya media dan rekan – rekan LSM memposisikan sebagai sahabat pengadilan  dengan memantau, memberikan masukan berupa surat tertulis atau dalam bentuk berita kepada hakim atau ketua Pengadilan. Khususnya dalam kasus – kasus  krusial, apakah korupsi, illegal logging, mafia tanah , dan kasus – kasus  yang jadi perhatian publik, dan selama ini belum disebut  sebagai istilah Amicus Curiae.

Amicus Curiae, yang secara harfiah berarti “sahabat pengadilan” dalam bahasa Latin, adalah pihak yang bukan merupakan pihak dalam suatu perselisihan, namun memiliki kepentingan dalam masalah yang sedang disidangkan dan memberikan pandangan hukum atau pendapat kepada pengadilan.

Baca juga: Konflik Papua, Negara Harus Hadir Menjamin Penegakan HAM, Menjaga Stabilitas Wilayah Melalui Pendekatan Humanis

Makna Amicus Curiae bagi pihak yang kalah dalam perselisihan, meskipun pihak tersebut kalah dalam persidangan, kehadiran Amicus Curiae dapat memberikan pandangan tambahan atau perspektif hukum yang dapat memengaruhi putusan pengadilan. Dengan demikian, kehadiran Amicus Curiae dapat membantu memastikan bahwa keputusan yang diambil oleh pengadilan mempertimbangkan berbagai sudut pandang dan argumen hukum yang relevan.

Konsep Amicus Curiae juga dikenal di Indonesia. Meskipun tidak secara luas digunakan seperti dalam sistem peradilan di negara-negara lain, praktik Amicus Curiae mulai mendapatkan pengakuan di beberapa kasus yang memiliki dampak luas atau sensitifitas yang tinggi.

Dalam konteks Indonesia, Amicus Curiae sering kali dipanggil untuk memberikan pandangan hukum tambahan dalam kasus-kasus yang memiliki implikasi besar bagi masyarakat atau dalam kasus yang kompleks. Meskipun belum menjadi praktik yang umum, kehadiran Amicus Curiae dapat membantu pengadilan dalam memperoleh pemahaman yang lebih komprehensif tentang masalah yang disidangkan dan memperkaya proses pengambilan keputusan.

Beberapa contoh tokoh dan tahun di mana konsep Amicus Curiae telah diterapkan di beberapa negara diantaranya, Amerika Serikat, praktik Amicus Curiae telah ada sejak lama di Amerika Serikat. Salah satu kasus awal yang terkenal adalah dalam kasus Marbury v. Madison pada tahun 1803. Namun, penggunaan Amicus Curiae secara luas berkembang pada abad ke-20. Contoh tokoh yang terlibat dalam kasus-kasus Amicus Curiae di Amerika Serikat termasuk organisasi advokasi, lembaga swadaya masyarakat, dan pakar hukum.

Baca juga: Apakah Hukum Berkaitan dengan Norma dan Etika ? Ini Pendapat Praktisi Hukum Agus Widjajanto

Inggris, Konsep Amicus Curiae telah diterapkan di Inggris, dengan penggunaan yang cukup terbatas. Penggunaannya lebih umum dalam kasus-kasus yang kompleks atau berdampak besar. Tokoh yang terlibat sering kali adalah organisasi advokasi, lembaga hak asasi manusia, atau ahli hukum.

Kanada, :praktik Amicus Curiae juga ada di Kanada, di mana organisasi masyarakat sipil, kelompok advokasi, dan pakar hukum dapat meminta izin dari pengadilan untuk menyampaikan pandangan hukum tambahan dalam suatu kasus.

Australia,  Amicus Curiae telah digunakan dalam beberapa kasus, terutama dalam kasus-kasus konstitusi atau perdata yang kompleks. Organisasi advokasi, kelompok kepentingan, dan pakar hukum sering kali menjadi tokoh yang terlibat.

Afrika Selatan, negara ini juga mengenal konsep Amicus Curiae, terutama dalam kasus-kasus yang melibatkan isu – isu hak asasi manusia atau masalah konstitusi. Di sini, organisasi hak asasi manusia dan lembaga advokasi seringkali berperan sebagai Amicus Curiae.

Di seluruh negara tersebut, penggunaan Amicus Curiae terus berkembang sebagai mekanisme untuk menyediakan perspektif hukum tambahan kepada pengadilan dalam memutuskan kasus -kasus yang kompleks atau memiliki dampak luas.

Baca juga: Teosofi, Sudut Pandang Ronggo Warsito, Syech Siti Jenar dan RM Sosro Kartono tentang Tuhan

Akan tetapi menyangkut Indonesia,apabila Amicus Curiae diterapkan dan dijadikan oleh penegak hukum yakni hakim sebagai mana yang diamanatkan dalam Undang Undang Kekuasaan Kehakiman. Asal comot menyangkut sistem hukum yang biasa berlaku di negara – negara  penganut sistem Anglo Saxen, maka pasti akan timbul masalah dalam skala Nasional. bagaimana jikalau suara pemilih dari 02 Pasangan Prabowo Gibran yang mencapai 58,9  persen  secara nasional berduyun –  duyun mengajukan “Amicus Curiae” di MK ? Belum lagi yang merasa suara mereka tidak dihargai.  Ini juga yang harus jadi pertimbangan bersama, termasuk dari MK sendiri.

Tulisan ini tidak punya maksud untuk memihak salah satu pihak dalam perkara, karena sesuai Undang – Undang yang ada, Mahkamah kontitusi juga sudah dibatasi dalam melakukan proses permohonan dalam sengketa Pilpres, yang penulis syakin tidak akan menabrak rambu – rambu  menyangkut kewenangan serta  kekuasaannya yang telah diatur sesuai kekuasaan peradilan . Terobosan hukum progresif hanya dijadikan pedoman oleh hakim sebagai petunjuk dalam memutus perkara  ****

Penulis adalah Praktisi Hukum dan Pemerhati Sosial Politik, tinggal  di Jakarta .

Berita Terkait