DENPASAR, DICTUM.COM – Tiga kali mangkir dari panggilan penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Tabanan, Ni Wayan Sri Candra Yasa, diamankan Tim Tabur (Tangkap Buronan) Kejaksaan Tinggi (kejati) Bali dan Kejati NTB.
Kasipenkum Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana menjelaskan, Sri Candra Yasa dijemput paksa, Selasa, 9 Juli 2024 setelah tiga kali dipanggil secara patut sebagai saksi dalam dugaan korupsi pengelolaan dana PNPM Mandiri Pedesaan dan Dana Amanah Pemberdayaan Masyarakat Swadana Harta Lestari di Kecamatan Kediri, Tabanan Tahun Anggaran 2017 sampai dengan tahun 2020.
Perempuan berusia 48 tahun ini diamankan Tim Tabur Kejati Bali dan Tim Kejari Tabanan dengan dibantu Tim Tabur Kejati NTB, di kediamannya di Kelurahan Cilinaya, Cakranegara Mataram. Setelah diamankan, Sri Candra Yasa kemudian dibawa ke Kejati NTB untuk menjalani pemeriksaan sebagai saksi.
Tim penyidik Pidsus Kejari Tabanan kemudian menetapkan Sri Candra Yasa sebagai tersangka berdasarkan surat Penetapan Tersangka nomor: B 2090/N.1.17/Fd.2/07/2024 tanggal 9 Juli 2024 dan melakukan penahanan sebagaimana surat Perintah Penahanan nomor PRINT- 530/N.1.17/Fd.2/07/2024 tanggal 9 Juli 2024.
Baca juga: Kabulkan Permohonan Praperadilan WN Ukraina, Tersangka kasus Narkoba, Hakim Menepis Isu Putusan Bernilai 40 ribu Dollar
Menurut Kasipenkum, Eka Sabana, sebelumnya NWSCY dipanggil tiga kali secara sah, terakhir tanggal 22 Mei 2024 oleh tim Pidsus Kejari Tabanan. “Saudari NWSCY tidak memenuhi panggilan dari tim Penyidik. Karena tidak ada itikad baik memenuhi panggilan, Kejari Tabanan memohon bantuan supporting ke Tim Tabur Bidang Intelijen Kejati Bali guna dilakukanpengamanan dan upaya paksa pemanggilan terhadap NWSCY,” ungkap Eka Sabana.
Dari hasil pemantauan tim Tabur Kejati Bali dengan Kejati NTB, NWSCY berada di wilayah hukum Kejati NTB, tepatnya di Kota Mataram. “Tim Tabur Kejati Bali kemudian berkoordinasi dengan Tim Tabur Kejati NTB pengamanan yang bersangkutan di Kota Mataram,” lanjut Kasipenkum.
Setelah menjalani pemeriksaan oleh tim Pidsus Kejari Tabanan dan ditetapkan sebagai tersangka, NWSCY kemudian dititipkan di ruang tahanan Polda NTB dan selanjutnya, Rabu, 10 Juli 2024 diberangkatkan ke Bali.
Menariknya, Sri Candra Yasa setelah kabur ke Mataram, dirinya kartu identitasnya, nama, dan tanggal lahir , bahkan tanda lahir berupa tahi lalat di wajahnya juga dihilangkan. Tidak hanya itu, nama Sri Candra diubah menjadi Sri Candri. Bahkan tempat lahir diubah dari Negara, Jembrana menjadi Mataram.
Baca juga: PN Denpasar Lepas Tersangka Narkoba WN Ukraina, Begini Kronologi Penangkapan yang Dinyatakan Tidak Sah Oleh Hakim
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Tabanan Zainur Arifin Syah mengungkapkan, Sri Candra Yasa diduga terlibat melakukan tindak pidana korupsi dengan modus pembuatan pinjaman fiktif di PNPM tersebut. Dari pinjaman fiktif ini kemudian diikuti dengan membuat laporan fiktif serta keuntungan-keuntungan fiktif. Total data peminjam fiktif mencapai 104 kelompok. Perbuatan tersebut menyebabkan negara dirugikan senilai Rp 5,5 miliar.
Dalam penyidikan korupsi ini, Kejari Tabanan telah menetapkan empat orang tersangka, yakni Manajer PK, Bendahara, Kasir, serta Koordinator Kelompok. Dalam persidangan terungkap fakta bahwa otak dari semua itu adalah Sri Candra Yasa yang bertugas sebagai Tim Verifikator dan terindikasi menyalahgunakan kewenangan untuk melakukan korupsi.
Baca juga: Kabulkan Praperadilan Tersangka Narkoba WN. Ukraina, Hakim IGA Akhirnyani Aktifkan Timer Bom Waktu
Ditanya berapa dana yang dikorupsi Sri candra Yasa, Kajari Tabanan mengatakan, jumlah secara pasti belum bisa disampaikan. “Pastinya, ada keuntungan pribadi yang diperoleh Sri Candra,” kata Zainur Arifin. “Yang jelas kasus korupsi ini sudah merugikan negara sebanyak Rp 5,5 miliar dan yang sudah bisa kami selamatkan baru Rp3,1 miliar. Keberadaan sisa dana, apakah dibawa oleh tersangka Sri Candra atau tidak, itu masih kami dalami, saat diamankan, kami hanya sita barang bukti KTP dari tersangka,” lanjutnya.
Tersangka Sri Candra Yasa disangkakan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 8 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, dengan ancaman pidana paling sedikit satu tahun dan maksimal 20 tahun. NAN