Tommy Soeharto Layak Ambil Alih Kursi Ketua Umum Partai Golkar

by Nano Bethan
98 views
Ketum Golkar

JAKARTA, TABLOIDDICTUM – Mengejutkan, tidak ada angin tidak ada hujan, media baik cetak maupun online ramai – ramai memberitakan Airlangga Hartarto, mengundurkan diri sebagai Ketua Umum Partai Golkar. Sebelum mengumumkan pengunduran dirinya, Airlangga yang juga menjabat Menko Perekonomian Kabinet Jokowi, dikhabarkan bertemu empat mata dengan Presiden Jokowi.

Alasan meninggalkan kursi Ketua Umum partai berlambang pohon beringin tersebut sebagaimana dikatakan Airlangga, adalah untuk menjaga keutuhan Partai Golkar. Terhitung sejak diumumkan, Sabtu malam, 10 Agustus 2024, tidak lagi menjabat sebagai Ketua Umum (Ketum) Partai Golkar.

Pasca mundurnya Airlangga tentu, banyak kalangan akan menduga – duga, siapa yang dicalonkan menjabat Ketum Partai Golkar yang rencananya akan melaksanakan Musyawarah Nasional (Munas) bulan Desember tahun ini 2024 mendatang.

Baca juga: Indonesia Negara Demokrasi, Seharusnya Menganut Sistem Presidential atau Parlementer?  

Jauh hari sebelumnya, berhembus wacana bergabungnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka bergabung menjadi kader dan menjadi pimpinan tertinggi Partai Golkar. Wacana ini menuai pro dan kontra dikalangan masyarakat, khususnya di internal partai berlambang pohon beringin tersebut. Munculnya isu tersebut sejalan dengan rencana Munas Desember mendatang.

Tidak sedikit yang menolak secara halus bergabungnya Jokowi dan Gibran ke Golkar. Ketua Dewan Pembina DPP Partai Golkar, Aburizal Bakrie misalnya, menyebut bahwa Golkar memiliki Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) atau aturan internal partai yang mengatur syarat menjadi ketua umum.

Pengamat sosial budaya , politik dan hukum , Agus Widjajanto  menyebut nama Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto lebih layak jika disorongkan menjadi Calon Ketua Umum (Caketum) Partai Golkar bersaing dengan beberapa nama lainnya dalam Munas Golkar.

Baca juga: Pembentukan Komisi –  Komisi yang Dilahirkan Masa Reformasi, Apakah Efisien dan Memenuhi Rasa Keadilan Masyarakat ?

Menurut Agus Widjajanto, ada beberapa alasan Tommy Soeharto sangat layak menjadi kandidat dalam bursa caketum Partai Golkar. Pertama, putra Presiden RI Ke-2 Soeharto itu diketahui tidak haus dengan kekuasaan. Selama 20 tahun terakhir, alih-alih masuk dan bermain dalam pusaran kekuasaan, Tommy lebih fokus menjalankan dan membesarkan bisnis.

Alasan kedua kenapa layak meneruskan kepemimpinan Airlangga Hartarto, orang tua Tommy Soeharto yakni Presiden RI Ke-2 Soeharto merupakan tokoh  pendiri  Partai Golkar. Dalam sejarah pendiriannya identik dengan berdirinya Orde Baru  dan Bapaknya telah  membesarkan Partai Golkar,” papar Agus Widjajanto.

Selain itu, Tommy Soeharto diharapkan dapat mengembalikan marwah Partai Golkar. Salah satu pertimbangannya, putra bungsu Soeharto tersebut merupakan tokoh politik yang tidak tersandera kasus dugaan tindak pidana korupsi.

Gelaran Munas Golkar pada Desember 2024 mendatang, menurut Agus yang juga seorang praktisi hukum senior di Jakarta ini, menjadi momentum yang sangat bagus dalam pusaran bursa Caketum. “Jika Tommy maju, tentu banyak kader yang berharap akan mengembalikan marwah dan kejayaan Partai Golkar. Momentumnya sangat tepat, pasca Pemilu 2024,” lanjutnya.

Baca juga: Kabulkan Permohonan Praperadilan WN Ukraina, Tersangka kasus Narkoba, Hakim Menepis Isu Putusan Bernilai 40 ribu Dollar

Sementara itu, dihubungi terpisah Guru Besar Senior Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, Prof. Dr. I Gde Pantja Astawa SH.,MH, mengatakan bahwa, Partai Golkar sejak era reformasi ada perubahan orientasi kepemimpinan sehingga semua kader mempunyai peluang menjadi Ketua Umum Golkar.

“Golkar sekarang tidak lagi berorientasi pada tokoh, tapi pada kader. Dengan melihat Golkar yang berorientasi pada kader, ini peluang bagi kader – kader Golkar, siapapun dia. Ini pintu masuk, andaikata Mas Tommy mau masuk,” kata Prof Pantja.

Namun demikian, soal peluang Tommy Soeharto muncul dan maju sebagai kandidat Ketum, Prof. Gde Pantja memberikan sejumlah catatan. Pertama, apakah nama Tommy Soeharto masih tercatat sebagai kader partai dan itu diketahui diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar.

Hal itu menurutnya bisa menjadi batu sandungan, sebab misalnya Tommy sudah bukan bagian dari Golkar, maka otomatis tidak bisa maju dan mencalonkan diri sebagai Calon Ketua Umum di Musyawarah Nasional 2024 dan atau Munaslub yang belakangan didorong sebagian kader Golkar.

Baca juga: Kabulkan Praperadilan Tersangka Narkoba WN. Ukraina, Hakim IGA Akhirnyani Aktifkan Timer Bom Waktu

“Kalau misalnya Mas Tommy mampu mempengaruhi kader – kader Golkar, dia dimunculkan dan kemudian di Munas itu diubah AD/ART, bisa jadi beliau bisa ikut maju bertarung. Tetapi ini tergantung bagaimana pendekatan Mas Tommy,” jelas Prof Gde Pantja.

Catatan kedua, Tommy Soeharto disebutkan dia mempunyai beban sejarah. Akan banyak pihak yang akan melihat dirinya dengan kiprah bapaknya selama memimpin Orde Baru. Meski secara obyektif, selain ada beberapa kelemahan banyak juga kelebihan selama Indonesia dipimpin Pak Harto. “Tommy mampu enggak mengemban beban itu kalau nanti mau tampil dipanggung. Dia harus beda performance-nya dengan bapaknya dan itu tidak mudah,” kata Prof Gde Pantja.

Ia menambahkan, memang Tommy Soeharto mempunyai kepedulian tinggi terhadap lingkungan sosial dan tidak berbeda jauh dengan bapaknya dan jiwa Nasionalisme-nya tidak perlu diragukan, akan tetapi hal itu tidaklah cukup. Publik akan melihat juga bagaimana kemampuan managerial, leadership, termasuk dibidang strategi seperti ayahnya yang membuat Indonesia relatif aman dan stabil baik ekonomi dan keamanan selama puluhan tahun.

“Mampu enggak begitu? Tidak mudah memang  menurut saya, tetapi bukan tidak mungkin dia menjadi “rising star” kalau mampu menjawab beban sejarah,” tegasnya. Lebih lanjut dikatakan, apabila menjadi seorang Tommy Soeharto, dirinya  akan berani dan maju , demi menjaga marwah keluarga dan nama baik Bapaknya yang sudah mendirikan dan membesarkan Partai Golkar.

Baca juga: PN Denpasar Lepas Tersangka Narkoba WN Ukraina, Begini Kronologi Penangkapan yang Dinyatakan Tidak Sah Oleh Hakim

Prof. Gde Pantja menyinggung kiprah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Kata dia, kemunculan Mega dipanggung politik juga menanggung beban yang sangat besar. Bagaimana Megawati dihadapkan pada ketokohan ayahnya sebagai pemimpin Orde Lama yang terkenal dengan demokrasi terpimpin, kemudian pemimpin otoriter.

“Mega tampil dengan beban sejarah berat, memang kelebihannya sebagai Proklamator, sebagai Presiden, tetapi sisi kelemahannya juga ada. Toh Mega bisa bangkit dan itu membutuhkan waktu sampai kemudian sekarang menjadi tokoh sentral yang menurut saya, kuat dan belum tergoyahkan,” ungkapnya.

“Sekarang kembali kepada Mas Tommy, kalau memang beliau sungguh – sungguh dan serius, demi masa depan Bangsa yang lebih baik dalam politik harus berani menghadapi itu semua. Kalau saya sebagai Mas Tommy misalnya, saya berani maju. Mengapa tidak? Karena kekurangan masa lalu tidak mewarisi ke anak. Ambil kelebihan bapaknya, tetapi kekurangannya jangan,” lanjut Prof. Pantja.

Baca juga: Membangun Peradaban Bangsa Berdasarkan Karakter Warisan Leluhur dalam Perspektif Keindonesiaan

Sementara itu, lebih lanjut Agus Widjajanto mengatakan, sudah pantas dan wajar jika Golkar harus dipimpin oleh kekuarga cendana yakni salah satu putra Mantan Presiden Soeharto. Alasannya, mempunyai historis sejarah yang panjang, serta masih punya basis masa yang kuat diakar rumput, tinggal bagaimana pada DPD diseluruh Indonesia, bersepakat untuk mencari tokoh pembaharu yang diharapkan mengembalikan marwah partai sebagai partai yang sarat akan kekaryaan berbasis Nasionalis Tapi Religius. Pengkaderannya telah matang secara konsolidasi dari bawah ke atas.

Menurut Agus yang juga penulis  buku dan opini di berbagai media ini,  Partai Golkar dulu bernama Sekber Golongan Karya, dibentuk pada tanggal 20 Oktober 1964, Oleh Soeharto dan Suhardiman. “Tentunya mempunyai ikatan sejarah yang sangat erat dengan keluarga Cendana, sebagai pendiri. Ini yang harus dipahami oleh fungsionaris Partai Golkar, tentu sebagai orang Politikus juga tentu harus mempunyai rasa hormat  terhadap pendirinya. Ironisnya, saat ini kekuarga Cendana justru tidak satupun menjadi pengurus di partai Lambang Beringin tersebut,” ungkapnya.

Bahkan menurut Agus Widjajanto,  sang pangeran Cendana ini sudah 20 tahun dikebukin secara politis, diperlakukan sebagai pihak yang dianggap lawan politik yang harus dihadang dari berbagai lini. “Padahal Partai Golkar adalah sebuah Legacy atau warisan  yang tidak bisa lepas dari Presiden Soeharto,” pungkas Agus Widjajanto.  NAN

Berita Terkait