Merasa Dizolimi Putusan Majelis Hakim PTUN Denpasar, Pemilik Sah Sertifikat Mengadu ke Senator DPD RI  Bali

by Nano Bethan
140 views
Mengadu

DENPASAR, TABLOIDDICTUM  – Keadilan tetap harus ditegakkan walau langit runtuh, fiat justicia ruat coelum, tetapi ketika palu keadilan dari wakil Tuhan di dunia meresahkan pencari keadilan  dan masyarakat, maka yang terjadi hilanglah kepercayaan,  hakim sebagai perpanjangan tangan Tuhan dipertanyakan.

Itulah yang terjadi ketika Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar membatalkan sertifikat tanah  yang berlokasi di Jalan Pemelisan Agung Nomor 1, Banjar Gundul, desa Tibubeneng, Kuta Utara, Badung. Melalui Putusan Nomor. 17/G/2024/PTUN. DPS dan Putusan Nomor. 18/G/2024/PTUN. DPS, Majelis Hakim PTUN Denpasar mengabulkan permohonan pembatalan empat sertifikat yang diajukan Lenny Yuliana Tombokan.

Putusan ini memicu reaksi warga sekitar lokasi dan pemilik sertifikat diantaranya, Jro Mangku I wayan Sarjana dan Erkin Inggriani. Mereka merasa, haknya sebagai pemilik tanah  diserobot oleh orang lain dan dizolimi oleh putusan PTUN Denpasar karena majelis hakim mengabaikan kebenaran yang terungkap dari bukti dan fakta di persidangan.

Baca juga: Krama Bali Resah, Hanya Draft Salinan Akta dan Abaikan Akta Otentik, Majelis Hakim PTUN Denpasar Batalkan Sertifikat

Alhasil, tidak hanya menempuh upaya hukum banding, pemilik sertifikat juga mengadukan ketidakadilan yang didapat ke wakil rakyat di Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Bali serta Komisi Yudisial (KY). Didampingi kuasa hukum, Mila Tayeb, pemilik sertifikat Jro Mangku Sarjana dan Erkin Inggriani mendatangi Kantor DPD Bali, Selasa, 27 Agustus 2024 dan diterima anggota DPD RI Propinsi Bali, Gede Ngurah Ambara Putra.

Menurut Jero Mangku Sarjana, salah satu objek tanah adalah milik ayahnya, I Nengah Karna. Tanah warisan tersebut tak pernah dibayar lunas, tapi melalui gugatan Lenny Yuliana, seritifikatnya dibatalkan oleh putusan PTUN Denpasar. “Adanya putusan dari PTUN Denpasar ini sangat meresahkan. Mulai keluarga besar, masyarakat krama di sana mempertanyakan. Kenapa bisa ada putusan pembatalan itu?” ungkapnya kepada Senator DPD RI  Bali.

Sementara, Erkin Inggriani yang juga mempunyai kepemilikan yang sah atas salah satu objek tanah tersebut mengaku,  awalnya Lenny Yuliana memberinya surat Letter Of Intent sebanyak tiga kali untuk membeli tanah miliknya. Tapi, karena tak ada kesepakatan, akhirnya tidak jadi.

Namun, Lenny Yuliana  memberi surat somasi kepada Erkin. “Saya diberi surat bernada ancaman. Dia marah,  memberi tahu saya kalau sertifikat saya akan diblokir di BPN. Bahkan saya dikasi preman banyak, sehingga tanah saya dikuasai mereka,” tuturnya.

Baca juga: Bendesa Adat Berawa Mengaku Berjuang Demi Desa Adat, Berani Sumpah di  Bale Agung dan di Depan Majelis Hakim

Wanita ini juga mengaku tanahnya dipasangi banner yang menyebut sebagai tanah milik Lenny Yuliana dengan disertai akta. Padahal, Erkin tidak tahu itu akta apa. Ternyata salah satu akta yang disebutkan itu dibantah oleh notarisnya yang mengatakan bahwa dia tidak pernah membuat akta itu.

“Dasar akta ini dipakai Lenny Yuliana untuk menggugat kami di PTUN, tapi dalam persidangan itu Hakim tidak pernah melihat adanya letter of intent, dengan adanya LOI kan berarti Lenny Yuliana sadar bahwa tanah itu bukan milik dia dan dia menawar kepada saya,” lanjutnya.

Sehingga, Erkin yang masih memegang sertifikat asli itu menyayangkan perihal hakim PTUN Denpasar yang hanya mempertimbangkan akta yang sudah dibantah oleh notarisnya. Menurutnya, BPN tidak mungkin meloloskan sampai tiga kali kepemilikan atas tanah itu, jika bermasalah.

Pihaknya juga sudah melapor ke Polda Bali dan Polres Badung perihal penyerobotan tanah. Erkin dan Sarjana berharap agar hukum di Indonesia dan masalah premanisme diperhatikan oleh pemerintah, karena dampaknya bisa tidak baik untuk pariwisata di Bali.

Baca juga: Hukum Sebab Akibat dan Reaksi Adanya Aksi dalam Kasus Keturunan Ba’alawi Menyangkut Penelitian Nazab  

Menanggapi pengaduan dari masyarakat ini, Senator DPD RI Bali, Gede Ngurah Ambara Putra menyayangkan adanya upaya perampasan dengan menduduki lahan tanah tersebut. Alasannya, pembatalan sertifikat tanah sesuai Putusan Nomor. 17/G/2024/PTUN. DPS dan Putusan Nomor. 18/G/2024/PTUN. DPS dari PTUN Denpasar itu belum sepenuhnya inkracht atau belum berkekuatan hukum tetap.

Sebab, masih dalam proses upaya hukum banding. “Hak atas tanah kan adalah suatu yang penting dalam kehidupan, tentu harus dijaga dan dilindungi oleh hukum. Sayangnya, ada pihak pihak yang menduduki tanah, dan bisa dibilang merampas, padahal masih berproses hukumnya, atau belum ada keputusan pengadilan yang inkrah, atau perintah eksekusi,” jelasnya.

Pihaknya akan berkoordinasi dengan pihak terkait untuk mengamankan masalah ini, mulai dari Kapolda Bali dan juga pihak BPN. “Karena ini juga menyangkut penyewa itu wisatawan dari Swiss, yang seharusnya kami memberikan hak mereka. Sekali lagi, ini karena juga belum ada putusan berkekuatan hukum tetap,” lanjutnya.

Senator DPD Bali ini juga menindaklanjuti terkait laporan ke polisi atas sengketa lahan. Ini menjadi perhatian serius karena menyangkut banyak pihak dan orang lokal Bali itu sendiri. “Saya akan tindaklanjuti karena ini harus menjadi perhatian bersama,” pungkas Ambara Putra. NAN

Berita Terkait