JAKARTA, DICTUM.COM – Pasca Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta menetapkan tiga tersangka dalam kasus dugaan korupsi Indofarma Tbk (INAF), Kamis, 19 September 2024 lalu, kuasa hukum dari Cecep SY, salah satu tersangka, akan melakukan langkah hukum yakni Praperadilan terkait status dan penahanan.
Kuasa hukum dari Cecep SY dan AR, staff keuangan PT Indofarma Global Medika (PT IGM) anak perusahaan Indofarma Tbk yang di PHK maret 2024 lalu, Hendrikus Hali Atagoran dan Agung Aprizal dari kantor Hukum Agus Widjajanto And Partners, mengatakan, pihaknya sedang mempersiapkan untuk mengajukan Praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, soal status dan penahanan dari Sdr Cecep SY.
“Memang kita tidak lagi terpaku pada obyek apa yang diatur dalam KUHAP dalam praperadilan yang akan ajukan. Tujuan kami, membangun peradaban baru dalam khasanah keadilan kedepan,” ungkap Hali Atagoran ketika dihubungi, Senin, 23 September 2024.
Baca juga: Korupsi PT Indofarma Tbk, Bongkar Kebobrokan Manajemen, Tersangka CSY, Diduga sebagai Tumbal Mantan Petinggi Perusahaan
Menurutnya, ada beberapa pertimbangan sehingga mengajukan Praperadilan diantaranya, saat di BAP sebagai saksi yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan, Cecep SY tidak didampingi kuasa hukum. Selain itu, setelah ditahan dan dititipkan di rutan kejaksaan, sebagai kuasa hukum, tidak diperkenankan untuk menjenguk untuk sekedar wawancara sebagai persiapan dalam pendampingan ketika proses hukum.
“Dari keterangan petugas rutan Kejari Jakarta Selatan, sesuai instruksi atasan, harus menunggu habis masa isolasi selama seminggu. Aturan ini tidak ada diatur dalam Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan jelas melanggar hak-hak dari seseorang walau status sebagai tersangka”, ungkap Agung Aprizal.
Sementara menurut Hali Atagoran, penerapan pasal yang di pakai untuk menjerat Cecep SY yakni pasal dari Undang -Undang BUMN padahal kerugian terjadi pada anak usaha yakni PT IGM. Lebih lanjut dikatakan, ditahannya seseorang yang berstatus tersangka adalah pertimbangan subyektif dari penyidik Kejati DKI.
Baca juga: Pelihara Landak Jawa Hanya Pelanggaran Administrasi, Majelis Hakim PN Denpasar Bebaskan Terdakwa
Harus ada penerapan asas praduga tidak bersalah (Presumtion of Inosence), dimana dengan ditahannya seorang atau tersangka, bagaimana jikalau dalam persidangan nanti bebas dikarenakan tidak terbukti melakukan pemalsuan dokumen fiktif seperti yang disangkakan. Bukan tidak mungkin bisa saja terjadi kesalahan dalam penerapan hukum.
“Katakanlah, karena bukan suatu tindak pidana akan tetapi mengarah pada kasus perdata dalam resiko kerugian sebuah badan usaha dalam Perseroan Terbatas ? Dengan sudah ditahannya seseorang sangat sulit bagi hakim untuk membebaskan seorang tersangka atau terdakwa. Dengan status sudah ditahan kemudian bebas, negara bisa dituntut ganti rugi atas penahanan tersebut,” lanjut Hali Atagoran.
Menurutnya, ketika seseorang ditetapkan sebagai tersangka dan dipakaikan rompi kuning serta disiarkan dimedia, maka sudah merupakan penghakiman bahwa tersangka sudah divonis bersalah sebelum diputuskan pengadilan. Sedangkan secara hukum, seorang bisa dinyatakan bersalah setelah ada putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap (Incrach van Gewisde).
“Tentu ini juga jadi pertimbangan kedepan sebagai pelanggaran hak asasi manusia secara harkat dan martabat sebagai warga negara. Klien kami hanya manajer keuangan, yang tidak punya kewenangan kebijakan dalam mengambil keputusan,” lanjutnya.
Baca juga: Aku adalah Kita, Rekonsiliasi Permasalahan Politik Masa lalu, Dalam Pelanggaran HAM Untuk Menatap Masa Depan Bangsa
Selain itu, Hali Atagoran mengatakan bahwa, tersangka Cecep SY dari awal melakukan audit investigasi internal dan membongkar kebobrokan manajemen dan melaporkan pada petinggi BUMN sehingga BPK kemudian melakukan audit, seharusnya negara berterima kasih.
Ditambahkan Agung Aprizal, tujuan dari Praperadilan adalah untuk membuka wacana hukum baru dalam obyek praperadilan. “Setidaknya jadi terobosan dan wacana hukum baru. Dalam hal ini, media juga harus turut andil, dimana sebagai kekuatan keempat dalam kekuasaan negara demokrasi modern sebagai pengontrol dan penyeimbang Kekuasaan, baik pada eksekutif dan yudikatif. Media harus menyuarakan kebenaran dan keadilan agar menjadi pertimbangan -pihak-pihak, termasuk dikaji dalam dunia akademis,” harap Agung Aprizal. NAN