Refleksi Sumpah Pemuda Dalam Berbangsa dan Bernegara Saat Ini

by Nano Bethan
39 views
Opini

Oleh  : Agus Widjajanto

Sungguh bangsa ini mengalami set back dan kemunduran mental spiritual yang sangat luhur yang  dahulu menjadi kunci dari berdirinya negara ini. Bangsa ini telah kehilangan jati diri, Roh kebangsaan, yang justru berorientasi pada prinsip-prinsip Ideologi Asing dalam sistem Liberal dan Ekonomi Kapitalis

DICTUM.COM – Situasi Global dan Kawasan baik secara Geo Politik maupun Geo Strategis, sulit diduga, dimana masalah kepentingan strategis dan politis dari Negara Adi Daya, baik Amerika Serikat dan sekutunya, seperti United King Dom, Australia, Israel, disatu pihak  dan China Tiongkok dari sisi yang punya kepentingan sendiri, serta Rusia dengan kepentingannya, telah merubah kontelasi keamanan Global.

Bukan tidak mungkin merambah pada kawasan Indo Pasifik,  yang setiap saat bisa berhadap-hadapan dan terjadi gesekan yang bisa memicu perang besar. Kestabilan secara Geo Politik dan strategis kepentingan mereka sangat  berpengaruh pada kestabilan ekonomi Dunia, yang saat ini didominasi oleh Uni  Eropa dan Amerika, lambat laun  bergeser pada kekuatan China Tiongkok sebagai kekuatan dunia baru, baik secara ekonomi maupun kemampuan penguasaan teknologi.

Akibat dari gesekan kepentingan itulah, bisa menyeret Indonesia dalam konflik dikarenakan secara geografis, letak dari wilayah teritorial kita sangat strategis. Selain itu,  dipandang secara demografis jumlah penduduk, sumber daya alam yang sangat kaya, menjadi incaran negara-negara besar.

Baca juga: Direksi dari Anak dan Cucu Usaha BUMN, Apakah  Bisa Dituntut  dalam Tindak Pidana Korupsi Menyangkut Kerugian Negara?

Bukan tidak mungkin, apa yang selama ini jadi isu, bahwa wilayah kita akan di kapling, dibagi sesuai kesepakatan dari Negara Adi Daya, menjadi dua wilayah Yakni Indonesia Barat  dan Indonesia Timur, menjadi kenyataan. Untuk itu hanya pada pundak kita sendiri sebagai anak bangsa yang bisa mempertahankan kedaulatan serta eksistensi dari pada sebuah Negara Berdaulat.

Sebagai negara yang pluralis terdiri dari berbagai suku, Ras dan Agama, sangat rentan untuk dipecah belah melalui perang Proxi oleh negara besar demi kepentingan, menguasai sumber daya alam kita, yang oleh para pendahulu kita, sebelum Indonesia merdeka, yakni  pada tanggal 28 Oktober 1928 para pemuda yang saat itu mempunyai sebuah kesadaran berbangsa dan bernegara untuk bebas dari penjajahan telah berikrar melalui kongres pemuda di kota Batavia saat itu (Jakarta saat ini).

Kongres pemuda yang dikenal dengan Sumpah Pemuda tersebut dihadiri para utusan organisasi pemuda dari berbagai penjuru tanah air, ada Jong Java, Jong Sumatera, Jong Ambon, Jong Celebes. Para pemuda  berikrar secara kebangsaan yang berisi semangat persatuan dan rasa cinta tanah air yang merupakan tonggak utama dalam  sejarah  pergerakan.

Baca juga: Perpres nomor 122 tahun 2024, tentang Pembentukan Kortastipidkor Polri, Tumpang Tindih Penanganan Tindak Pidana Korupsi

Fenomena saat ini, bangsa ini justru pada masa reformasi yang telah memberikan kebebasan dalam berbicara dan berpendapat, akhirnya terlena hingga sejarah berdirinya negara ini telah diklaim oleh keturunan asing bahwa Bendera Merah Putih dan Hari Kemerdekaan merupakan karya dari kakek-kakek mereka.

Bahkan telah terjadi pemalsuan makam-makam dalam situs makam kuno yang merupakan makam dari leluhur-leluhur bangsa ini, diubah menjadi nama dari kakek-kakek mereka. Ini harus diwaspadai bahwa secara nyata telah terjadi manipulasi sejarah, yang akan membalikan sejarah bangsa ini kedepan. Generasi-generasi kita selanjutnya, anak cucu kita akan menerima sejarah baru yang tidak ada kaitan dengan para pejuang bangsa dari Bangsa ini, yang telah berjuang dengan nyawa, harta dan air mata.

Merefleksi sejarah masa lalu dimana “Sumpah Pemuda” sudah berlangsung 96 tahun yang lalu (hampir 1 abad). Embrio Nasionalisme sudah tampak nyata diikrarkan oleh kalangan pemuda pada waktu itu ke dalam rumusan: “Satu Nusa, Satu Bahasa dan Satu Bangsa”. Sumpah Pemuda sebagai embrio Nasionalisme, memberikan spirit founding Fathers, tokoh pergerakan kemerdekaan, kalangan pemuda, dan segenap komponen lainnya dalam masyarakat, menyemangati perjuangan untuk merebut kemerdekaan.

Dalam Pidato kelahiran Pancasila sebagai dasar negara (sebagai jawaban atas keinginan Ketua BPUPKI), Ir. Soekarno lebih mengkedepan Nasionalisme pada urutan sila-sila Pancasila. Spirit Nasionalisme pula yang menggelorakan obsesi segenap pejuang kemerdekaan untuk memproklamirkan pada tanggal  17 Agustus 1945.

Baca juga: Harapan Untuk Pemerintahan Baru:  Memilih Pejabat yang Punya Komitmen  Memperbaiki Kondisi Penegakan Hukum

Pasca Proklamasi, spirit Nasionalisme semakin nyata digelorakan oleh Presiden Soekarno ke dalam upayanya membangun watak/karakter bangsa (Nation character building) dengan mengubah mental bangsa terjajah menjadi mental bangsa merdeka. Semuanya dilakukan untuk memperkokoh Persatuan dan Kesatuan, sekaligus ke luar, agar berdiri sebagai bangsa yang bermartabat dan terhormat serta equal dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Legacy Presiden Soekarno yang meletakkan dasar dan prinsip – prinsip Nasionalisme (di atas ikatan primordial SARA : Suku, Agama, Ras, dan Antar golongan) telah mengalami kemunduran pada rezim pemerintahan sesudahnya sampai sekarang.

Masih kuatnya sentimen SARA dan khususnya narasi intoleran yang berwujud hate speech di media sosial mewarnai kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Terlebih dalam menghadapi Pilkada serentak belakangan ini kian marak dan nyata isu “Putra Daerah” atau sentimen kedaerahan menjadi narasi yang kian masif diaktualisasikan, baik di media sosial maupun dalam pengusungan calon-calon kepala daerah.

Baca juga: Filsafat Modern dan Sindrom Hiper Intelektualisme

Terkesan, daerah-daerah yang ada, tidak berada dalam bingkai NKRI yang berdasarkan pada Pancasila dan berada di bawah naungan paji Merah – Putih. Konstatasi yang demikian itu menunjukkan kian memudarnya watak Nasionalme pada jiwa anak bangsa yang embrionya sudah diikrarkan oleh kalangan pemuda dalam Sumpah Pemuda, 96 tahun yang lalu.

Sungguh bangsa ini mengalami set back dan kemunduran mental spiritual yang sangat luhur yang  dahulu menjadi kunci dari berdirinya negara ini. Bangsa ini telah kehilangan jati diri, Roh kebangsaan, yang justru berorientasi pada prinsip-prinsip Ideologi Asing dalam sistem Liberal dan Ekonomi Kapitalis. Dimana rasa gotong royong, toleransi dan welas asih kita terhadap sesama dan alam semesta? Dimana rasa guyub rukun kita sebagai sebuah bangsa dengan ekonomi kerakyatan yang dicita citakan oleh para pendiri bangsa?

Mari kita rajut kembali kebersamaan dengan cara merefleksi kembali sejarah masa lalu untuk langkah kedepan dengan membangun kembali Karakter Anak Bangsa untuk tetap menjadi sebuah bangsa yang punya Ruh Keindonesiaan****

*Praktisi Hukum, Pemerhati Sosial, Budaya, Hukum, Politik  dan Sejarah Bangsanya

Berita Terkait