Inter Independensi, Saling Ketergantungan secara sosial

by Nano Bethan
72 views
Opini

Oleh: Agus Widjajanto*

TABLOID DICTUM  – Kebakaran hebat terjadi di kota Los Angeles Amerika serikat, menjadi berita terheboh diawal tahun 2025 karena kerugian mencapai miliaran dollar Amerika. Kebakaran terjadi diantaranya karena berkurangnya curah hujan sejak Okteber 2024 sehingga wilayah sebagian besar di Amerika kering  dan memicu titik api.

Angin yang berhembus kencang, 150 km per jam, membuat kebakaran yang awalnya terjadi di semak belukar di atas bukit kering dengan cepat merambat menghanguskan dan meluluh lantakan ratusan ribu rumah mewah di Hollywood. Penduduk kota Los Angeles dan aparat pemadam kebakaran  tidak bisa berbuat banyak karena tidak siap dalam menghadapi bencana kebakaran di Kawasan elit di AS,  landmark ikonik Hollywood tersebut.

Hal ini adalah fenomena alam, murkanya Alam terhadap manusia, khususnya penduduk setempat dan Amerika pada umumnya. Mungkin di setiap rumah mewah tersimpan harta yang begitu besar namun tidak digunakan untuk berbagi secara kemanusiaan. Kehidupan yang dianut adalah kehidupan individualisme, yang semuanya berharap negara sebagai pemerintah yang mempunyai tugas secara sosial karena mengganggap sudah membayar pajak bagi negara.

Kemurkaan alam ini tentu bukan hanya ditujukan kepada penduduk Kota Los Angeles saja dan amerika pada umumnya, tapi juga peringatan  dengan mengetuk kesadaran umat manusia seluruh dunia tidak terkecuali masyarakat Indonesia. Ini cara Tuhan untuk menegur kita semua, yang telah berbuat ketidakadilan, keserakahan atas alam dengan  melakukan ekploitasi, kuat menekan yang lemah dan lupa akan kodratnya sebagai manusia.

Baca juga: Teori Quantum Entanglemen  dan  Interkoneksi dalam Hukum Alam  

Mahluk sosial yang memang diciptakan secara alami untuk berbagi, asih asah asih, sesuai karakter bangsa yang berorientasi ke gotong royongan. Bukan justru melakukan kerusakan disegala lini kehidupan, baik sosial, ekonomi, hukum dan politik. Bahwa peristiwa kota Los Angeles  tidak ada kaitan dengan politik yang menyangkut kebijakan pemerintahan amerika terhadap  Gaza Palestina.

Penulis hanya ingin mengingatkan bahwa Inter Independensi (Saling Ketergantungan secara sosial) pada setiap makhluk di manapun hidup didunia ini, merupakan hukum kodrat atau hukum sunatullah/alam. Penulis teringat akan teori ketergantungan yakni sebuah teori yang berhubungan dengan Teori Quantum Entanglemen. Secara harfiah adalah sebagai hubungan yang rumit antara dua atau lebih partikel, yang mana Albert Einstein menyebutnya dalam hukum fisika sebagai “Spooky Action at a Distance.

Diperjelas ilmuwan Scrodinger dengan istilah Keterbelitan. Bagi orang awam dalam istilah yang paling  sederhana, keterikatan quantum berarti bahwa aspek satu partikel dari pasangan tergantung dari aspek partikel lainnya tidak perduli berapa jauhnya jarak atau apapun yang ada diantara kedua partikel tersebut.

Lebih jelasnya, segala sesuatu di alam semesta ini adalah terhubung dan partikel sejauh manapun jarak dan waktunya selalu terhubung dan saling mempengaruhi antara satu dengan yang lain. Fenomena alam yang saling terhubung ini, selalu menuntut terjadinya energi positif agar tidak terjadi benturan dan gesekan yang berakibat, aura alam berpengaruh pada lingkungan dimana kita bertempat tinggal.

Baca juga: Putusan MK Menyangkut Ambang Batas  dalam Pengajuan Calon Presiden dan Wakil Presiden Akan Timbulkan Kekacauan

Alam pikiran dan pola pikir setiap makhluk saling terhubung dan dapat menimbulkan energi positif yang bisa mempengaruhi kestabilan dan ketenangan lingkungan. Seperti pepatah orang Jawa, Memayu Hayuning Bawono (Membangun keselarasan dunia/alam semesta) atau yang disebut Hukum  Alam (Sunatullah).

Demikian Juga semesta tidak merespon apa yang kamu inginkan, akan tetapi merespon energi yang kamu gunakan. Jika seseorang memancarkan rasa takut, bersalah  atau malu, maka akan menarik lebih banyak hal yang sama dilingkungannya.

Namun jika memancarkan energi yang selaras dengan rasa cinta, kegembiraan, maka lingkungan juga akan mendapatkan vibrasi yang sama, seperti halnya memilih stasiun radio atau televisi yang harus berada pada frekwensi yang sama dan tepat.

Demikian juga kehidupan di alam semesta ini yang pada dasarnya tidak menyukai pancaran energi negatif, penuh dengan  yang tidak baik,  keburukan, kejahatan. Itulah mengapa semua agama selalu mengajarkan bagaimana agar diri kita berbuat kebaikan, yang maksudnya agar ada koneksitas keselarasan dengan hukum alam itu sendiri.

Dimana awal mula terjadinya alam semesta ini bermula dari satu partikel lalu berputar berkembang menjelma menjadi ratusan partikel, jutaan partikel, milyatan partikel, yang semuanya terbentuk dari cahaya. Nikola Tesla menyatakan semua hal adalah cahaya dalam satu bentuk atau lainnya.

Baca juga: Sistem Pemerintahan Presidensial sesuai UUD 1945 Apakah Bisa Diubah?

Energi yang mengisi alam semesta adalah cahaya, dan diri kita sebelum ditiupkan pada tahun ibunda kita adalah sebersik cahaya. Setelah kita berpulang nanti maka cahaya kita akan menyatu menuju cahaya besar yang di gambarkan oleh para Wali Sembilan pada abad ke-14 sebagai Jagad Cilik (Diri kita) menuju Jagad Gede (Tuhan yang Esa ) sebagai penguasa alam semesta.

Maka dengan kondisi fenomena saat ini, dimana telah terjadi degradasi moral bangsa, yang mentuhankan harta dan  tahta  dalam berbangsa dan bernegara, yang menimbulkan ketidakpastian dalam penegakan hukum, tentu energi yang dihasilkan sangat tidak nyaman. Sudah pasti terjadi benturan di alam semesta yang secara hukum alam, menginginkan terjadinya keserasian dengan sifat – sifat yang menjurus pada energi positif, yang penuh dengan kasih sayang, kebajikan, keadilan.

Ketidaknyamanan dalam aura dari energi yang ditimbulkan dalam lingkungan bermasyarakat berbangsa dan bernegara berakibat berantai terjadinya gejolak alam, baik petir, banjir, gunung menetus, kecelakaan  baik dudarat, laut  maupun diudara. Hal ini  merupakan konsekuensi logis dari pada energi negatif yang telah dihasilkan oleh para anak bangsa.

Bahkan Dalai Lama menyatakan bahwa yang paling membingungkan di dunia ini adalah “Manusia” dimana manusia berani mengorbankan kesehatan ya demi uang. Bekerja keras untuk menghasilkan uang yang dianggap sesuatu hal yang paling penting untuk memenuhi kebutuhan hidup, yang lalu setelah sakit manusia mengorbankan uang yang telah dicari siang dan malam demi kesehatannya.

Baca juga: Refleksi Akhir Tahun 2024, Penegakan Hukum di Indonesia

Manusia selalu dihinggapi rasa kuatir dengan masa depannya nanti, hingga sampai mereka tidak menikmati masa kini. Pada akhirnya mereka tidak hidup di masa depan atau masa kini, karena merasa bahwa hidup seakan akan tidak akan mati, hingga pada akhirnya manusia tersebut mati mereka tidak bisa menikmati hari ini, akan datang dan masa yang telah mereka jalani apa sebenarnya itu hidup.

Orang yang paling bisa menikmati hidup dan bahagia adalah mereka yang bisa melupakan masa lalu, bisa menikmati hidup masa kini dan tidak pernah merasa kuatir atas masa yang akan datang. Telah meletakkan Surga pada dirinya, dalam kehidupannya, baik bersama keluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Itulah sebenarnya hidup.

Fenomena yang terjadi saat ini adalah selalu dilakukan doktrin bagaimana kehidupan yang akan datang lebih mulia, yakni mendambakan surga setelah kita tiada. Berakibat, kebanyakan dari saudara – saudara kita tidak lagi menganggap penting untuk kehidupan saat ini di dunia.

Berimplikasi secara berantai, masyarakat kita tidak bisa bersaing di mata international karena doktrin yang didapat selalu diajarkan untuk mencapai alam surga setelah kita meninggal nanti. Bukannya diajar dan diberikan suatu pemahaman, bagaimana meletakan sebuah kehidupan surga pada diri kita masing – masing agar diri kita bisa memberikan energi positif. Penuh dengan sifat kemanusiaan, kasih, welas asih terhadap sesama, saling berbagi, yang secara otomatis bisa menciptakan keselarasan dunia yang penuh damai (Memayu Hayuning Bawono).

Baca juga: Sejarah Mencatat, Thomas Stanford Raffles Membentuk Resident Court dalam Sistem Juri di Pemerintahan Hindia Belanda

Hal ini berkaitan sekali dengan hukum alam, yang mana dalam Islam hukum alam atau Sunatullah adalah hukum yang telah ditetapkan oleh Allah untuk mengatur penciptaan dan mekanisme alam semesta.   Hukum alam bersifat fitrah yakni tetap dan otomatis, yang selalu menuntut terjadinya keseimbangan dalam hukum yang dihasilkan dari energi positif. Agar tidak terjadi benturan dengan energi negatif, yang dalam beberapa agama dikenal adanya Hukum Karma.

Sunatullah berlaku bagi seluruh makhluk di alam semesta baik makhluk hidup maupun benda mati, bumi   beserta seluruh isinya. Memahami Sunatullah atau hukum alam sangat penting karena dapat membantu kita memahami keteraturan dan ketertiban di alam semesta.

Penerapan Sunatullah dalam kehidupan sehari hari dapat dimulai dari menjaga lingkungan hidup, menjaga perbuatan baik. Namun karena manusia memang dilahirkan dengan sifat kedagingan yang penuh kompleksitas, maka kadang selalu terjadi benturan dalam hukum alam.

Olehh sebeb itu, Yang Kuasa mengutus para Rosul dan Nabi, menurunkan ajaran sesuai agama dari waktu kewaktu. Agar manusia bisa mengenal dirinya dan memahami alam semesta, untuk mencapai keselarasan. Kebenaran justru muncul karena bersifat kritis atas situasi dan kondisi dalam masyarakat dengan melawan pendapat umum. Jika kita menilik sejarah masa lalu para nabi, awalnya justru selalu melawan pendapat umum saat itu.

Baca juga: Restorasi Meiji, Pembelajaran Sejarah Bagi Bangsa Untuk  Indonesia Emas

Ajaran para nabi yang dibawa ke masyarakat tidak diterima begitu saja malah kadang bertabrakan dengan Vox Populi. Akan tetapi sesuai perkembangan waktu, agama bisa diterima menjadi kebenaran umum. Justru saat ini fenomenanya cenderung anti kritik dan menghukum orang – orang yang berseberangan dengan tuduhan penodaan dan penistaan atas nama agama. Bagi orang beriman tanpa pembuktian lebih lanjut, harus percaya bahwa setelah kehidupan ini ada kehidupan lain di alam astral.

Lahirnya Teori hukum alam dalam ilmu filsafat yang menyatakan bahwa manusia memiliki nilai – nilai moral, tanggung jawab dan hak – hak tertentu yang telah melekat sejak lahir pada sifat manusia. Maka pencarian akan kebenaran yang hakiki dan pengenalan atas diri, selalu berlangsung sejak ribuan tahun sebelum masehi hingga saat sekarang.

Ini dikarenakan sifat manusia, disamping sebagai mahluk bermoral juga berbudi pikir yang dikaruniai pikiran dan kecerdasan. Pencarian kebenaran atas sesuatu tetap akan berlangsung sesuai hukum alam . Sesungguhnya didunia ini terjadi penyatuan antara dua dimensi alam dalam Sunatullah, yakni alam langit yang merupakan perwakilan dari Ruh kita sebagai mahluk dan hamba Allah.

Bahwa sesungguhnya kita bukan berasal dari bumi tapi berasal dari dimensi lain diluar angkasa, yang diciptakan jutaan tahun sebelum bumi tercipta sesuai hukum alam. Kedua dimensi alam dari bumi sendiri yang diwakili oleh tubuh kita yang hidupnya harus diberikan energi dari hasil bumi sebagai bahan makanannya untuk membuat tubuh sehat.

Baca juga: Menguji Jiwa Kenegarawan Hakim MK dalam Menangani Sengketa Pemilukada Serentak Tahun 2024

Kedua dimensi ini yakni, dimensi langit dan dimensi bumi harus ada keseimbangan, harus tercipta dimensi positif untuk menghasilkan kestabilan di alam semesta itu sendiri. Apabila dihubungkan dengan  seseorang yang tidak pernah dituntun melalui ajaran agama agar beriman, mempunyai rasa dan jiwa kemanusiaan yang bersifat welas asih? Karena kodrati dari alam langit yang berupa Ruh yang diciptakan dari cahaya, maka rasa dan sifat welas asih tersebut sudah terbawa sejak dari alam kelangitan/dimensi lain sebelum diurunkan ke bumi.

Hanya saja dengan aturan dan dogma ajaran agama, manusia lebih memahami keteraturan dari hubungan antara dirinya dengan Sang Pencipta atau Sunatullah dan hubungan antara dirinya dengan sesama manusia dan hubungan antara dirinya dengan alam sekitarnya.

Maka sesungguhnya segala sesuatu di dunia ini beserta galaksi Bima Sakti dan dengan galaksi diluarnya, nan jauh disana dengan jarak ribuan tahun cahaya, saling terikat, saling terkait dan saling terhubung. Memancarkan energi dengan perputaran yang konstan  sebagai sesuatu yang bersifat alamiah secara  hukum Alam (Sunatullah).

*Pemerhati sosial budaya, tinggal di Jakarta

Berita Terkait