Dr. Mompang Pangabean : Hakim Harus Menolak Perkara Ni Luh Widiani

by Nano Bethan
337 views

Denpasar, tabloiddictum.com – Ahli pidana, Dr. Mompang L Pangabean, SH., M.Hum menyatakan, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Denpasar yang menyidangkan perkara dengan terdakwa Ni Luh Widiani harus menolak perkara tersebut.

Seperti diketahui, Widiani saat ini menyandang status terpidana. Istri dari Almahrum (Alm), Eddy Susila Suryadi ini dilaporkan Anis Rifai, kuasa dari Nyoman Hari Mulyadi, di Bareksrim Mabes Polri dengan Nomor: LP/B/0574/X/2020/Bareskrim tanggal 9 Oktober 2020 atas dugaan pemalsuan dokumen kependudukan.

Majelis hakim yang diketuai, Angeliky Handajani Day dengan anggota Heriyanti dan Kony Hartanto dalam putusannya menyatakan, Widiani terbukti bersalah dan menghukum istri dari pemegang 99 persen saham PT Jayakarta Balindo itu dengan pidana penjara selama 1 tahun dan 2 bulan (14 bulan).

Menjelang bebas  dari penjara, dengan Laporan Polisi Nomor: LP/B/0574/X/2020/Bareskrim tanggal 9 Oktober 2020, Laporan Polisi yang sama dengan perkara sebelumnya,  Ni Luh Widiani kembali diadili dalam perkara pemalsuan surat dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Jayakarta Balindo.

Widiani yang kembali diadili dengan Laporan Polisi yang sama dan perkaranya sudah diputus pengadilan dan berkekuatan hukum tetap,  Ahli pidana yang juga Dosen Pascasarjana Universitas Kristen Indonesia (UKI) Jakarta ini mengatakan, sesuai dengan due process of law, perlindungan hak individu setiap warga negara untuk diproses sesuai prosedur melalui peradilan.

Menurut Dr. Mompang Pangabean,  seseorang hanya boleh disidangkan sesuai dengan laporan yang dibuat di kepolisian. “Laporan Polisi menjadi dasar bagi penuntut umum untuk membuat dakwaan,” ungkapnya.

Dikatakan, apabila terjadi pemeriksaan di sidang pengadilan yang tidak memiliki landasan berupa LP dan dakwaan secara akurat sesuai dengan syarat formil dan syarat materiil, maka hal itu merupakan pengingkaran terhadap due process of law. Didalam LP, dimana perkaranya sudah diputus, tidak disebutkan adanya dugaan tindak pidana pemalsuan dalam Berita Acara RUPS. “Tidak bisa sebuah LP diperluas untuk dugaan tindak pidana yang lain,” tegas Mompang Pangabean yang juga ahli BAP Bareskrim Polri itu.

Sementara itu, Agus Widjajanto, penasihat hukum terdakwa dengan tegas menolak tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas eksepsi penasihat hukum yang menyatakan,  perkara pemalsuan surat dalam RUPS adalah delik biasa bukan delik  aduan.

Menurutnya, Ni Luh Widiani dialam dakwaan dijerat pasal  pemalsuan surat dalam RUPS, dan itu tidak bisa dipisahkan dengan UU perseroan terbatas, UU no 40 tahun 2007. “Yang berhak untuk melapor tindak pidana korporasi atau perseroan adalah direksi atau komisaris perusahaan, dan  tetap mengacu pada delik aduan,” tegas Agus Widjajanto.

Dikatakan, yang melapor adalah yang merasa dirugikan, kecuali korporasi menyangkut Perseroan Terbatas milik BUMN atau negara,  siapa saja berhak lapor karena bukan murni delik aduan, tapi delik biasa. PT Jayakarta Balindo bukan milik publik atau negara. Jawaban jaksa sudah tidak relevan, dimana pelapor nya dikatakan Indrawati Susilo yang nota bene bukan komisaris dan dewan direksi PT Jayakarya Balindo.

Sementara Laporan Polisi Nomor: LP/B/0574/X/2020/Bareskrim tanggal 9 Oktober 2020 yang perkaranya sudah diputus dan berkekuatan hukum tetap, Laporan Polisi dibuat oleh Anis Rifai dan hanya terbatas untuk pemalsuan administrasi kependudukan. “Untuk perkara yang sekarang, LP yang sama tapi pelapornya bukan Anis Rifai tapi menurut jaksa adalah Indrawati. Ini kan aneh,” kata pengacara yang berkantor di Central Gedung Arva Lantai 2, Menteng Jakarta Pusat itu.

Menurutnya, seharusnya harus ada Laporan Polisi yang  baru, khusus melaporkan tentang Direksi PT Jayakarta Balindo atas dugaan pemalsuan dalam Berita acara RUPS. “Tidak bisa menggunakan laporan lama yang sudah diputus pengadilan dengan obyek tindak pidana yang lain,” pungkas Agus Widjajanto.  NAN

Berita Terkait