Tuntut Widiani 4,5 Tahun, Jaksa Gelap Mata dan Abaikan Rasionalitas Hukum

by Nano Bethan
242 views

DENPASAR, TABLOIDDICTUM.COM – Jaksa gelap mata dan mengabaikan rasionalitas hukum, demikian dikatakan Agus Widjajanto, penasihat hukum dari terdakwa Ni Luh Widiani menanggapi tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), I Gusti Wirayoga. Dalam tuntutannya, Jaksa dari Kejari Badung ini menuntut Widiani  dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan (4,5 tahun).

Perempuan asal Kubutambahan, Buleleng itu dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah telah melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan pemalsuan surat terhadap akta otentik, berupa Keputusan Sirkuler dan Berita Acara Rapat Umum Luar Biasa Para Pemegang Saham PT Jayakarta Balindo. Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana Pasal 264 ayat (1) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dikonfirmasi, Minggu, 17 April,  Agus Widjajanto mengatakan, tim penasihat hukum yakin, majelis hakim yang diketuai Wayan Yasa dengan anggota Putu Sayoga dan Konny Hartanto, akan memberikan keadilan kepada Widiani. Menurut Agus Widjajanto, dalam pledoi atau nota pembelaan, tim penasihat hukum sudah dengan tegas mengatakan adanya kriminalisasi terhadap, Widiani, sebagai upaya dari konspirasi merampas hak sebagai isteri sah dari Alm. Eddy Susila Suryadi.  “Jaksa ngawur dan gelap mata dengan mengabaikan rasionalitas hukum,” kata Agus Widjajanto.

Dijelaskan, kriminalisasi terhadap Widiani berawal sejak suaminya, Eddy Susila Suryadi meninggal, 20 Januari 2019.  Eddy Suryadi adalah pemilik 9.900 lembar saham atau  99 persen saham di  PT Jayakarta Balindo. Sementara 100 lembar saham atau 1 persen atas nama Putu Antara Suryadi, adik dari Eddy Suryadi. “Saham 1 persen atas nama Putu Antara Suryadi adalah saham formalitas untuk memenuhi Undang – undang Perseroan Terbatas yakni pemegang saham minimal harus 2 orang,” beber Agus Widjajanto.

Sepeninggal  suaminya, Widiani dilaporkan ke Mabes Polri  oleh Keluarga Alm. Eddy Susila Suryadi dengan tuduhan, menggunakan surat palsu yakni Kartu Tanda Penduduk (KTP) milik Eddy Susila Suryadi untuk mendaftarkan pernikahannya ke Disdukcapil  Kota Denpasar. Setelah didaftarkan, Disdukcapil menerbitkan Akta Perkawinan pada tanggal 5 Pebruari 2015.  “Apabila KTP tersebut palsu, Disdukcapil tidak mungin menerbitkan Akta Perkawinan saat itu. Selain itu, KTP  tersebut pernah digunakan untuk RUPS  PT Jayakarta Balindo tahun 2013 dan juga akad kredit dengan Bank,” ungkap Agus Widjajanto.

Perkara dengan dengan laporan polisi, LP/B/0574/X/2020/Bareskrim tanggal 9 Oktober 2020 tersebut, Widiani divonis bersalah oleh majelis hakim yang diketuai, Angeliky Handajani Day dengan hakim anggota, Heriyani dan Konny Hartanto. Sidang putusan, Maret 2021, majelis hakim menghukum Widiani dengan pidana penjara 14 bulan.

Mirisnya, dengan laporan polisi yang sama, Widiani kembali diadili atas dugaan pemalsuan surat  terhadap akta otentik, berupa Keputusan Sirkuler dan Berita Acara Rapat Umum Luar Biasa Para Pemegang Saham PT Jayakarta Balindo dan dituntut pidana penjara 4,5 tahun dalam sidang, beberapa hari lalu.

Terkait dengan laporan polisi yang sama dengan dua objek perkara yang berbeda ini, Ahli Pidana Prof. Dr. Mompang L. Panggabean, SH. MHum., dari Universitas Kristen Indonesia UKI) Jakarta, mengatakan dalam dogmatika perbarengan tindak pidana (concursus) dikenal adanya delik tertinggal. Namun dalam hal terjadinya delik tertinggal tersebut, menurut due process of law tidak diperkenankan adanya Laporan Polisi yang sama dengan objek perkara yang berbeda yang sebelumnya tidak disebutkan di dalam laporan tersebut. Apabila hal itu akan diperiksa menurut objek yang berbeda, harus dibuat dengan Laporan Polisi yang berbeda meskipun dengan subjek (tersangka) yang sama dengan perkara yang sudah diputus sebelumnya. “Tidak boleh dilakukan penyelundupan hukum atas Laporan Polisi yang sama dengan cara menyelipkan tindak pidana baru di dalam dakwaan JPU untuk perkara yang berbeda dengan menggunakan Laporan Polisi yang dijadikan dasar dakwaan dalam persidangan perkara yang sudah diputus sebelumnya,” kata Mompang Panggabean.

Dalam pembelaannya, Agus Widjajanto menyoroti legal standing atau hak untuk melapor.  Laporan Polisi adalah pemalsuan surat, berupa Keputusan Sirkuler dan Berita Acara Rapat Umum Luar Biasa Pemegang Saham PT Jayakarta Balindo. Mengacu pada Undang – undang Perseroan Terbatas, merupakan delik aduan dimana yang berhak melakukan pelaporan adalah orang atau pihak yang merasa dirugikan. “Pelapor bukan pemegang saham atau ahli waris maupun pemegang kuasa dari Putu Antara Suryadi, pemegang saham formalitas di PT Jayakarta Balindo,” tegas Agus Widjajanto.

Selain itu, tim penasihat hukum dalam pledoinya menegaskan bahwa, terdakwa Ni Luh Widiani adalah istri yang sah dari Alm. Eddy Susila Suryadi. “Mahkamah Agung dalam putusan kasasi tanggal 24 Maret 2022, mengabulkan permohonan kasasi Ni Luh Widiani atas Gugatan Pembatalan Perkawinan yang dilakukan keluarga Eddy Susila Suryadi,” ungkap Agus Widjajanto. Dikatakan, putusan Kasasi yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewisjde) tersebut berarti perkawinan Widiani dan Eddy Suryadi yang dilangsungkan dihadapan pemuka agama Hindu, Ida Pandita Nabe Sri Bhagawan Dwija Warsanawa Shandhi, berlangsung di Banjar Kaje Kangin, Desa Kubutambahan Buleleng, tanggal 28 Maret 2014 adalah sah. Tidak hanya itu, Akta perkawinan maupun Akta Kelahiran anak yang diterbitkan Disdukcapil Kota Denpasar adalah sah. Dengan perkawinan yang sah maka menurut Agus Widjajanto, Widiani adalah alih waris yang sah dari Alm. Eddy Susilo Suryadi.

“Jaksa benar – benar ditelanjangi dengan putusan kasasi ini. Dalam dakwaannya, dikatakan bahwa Widiani menggunakan dokumen kependudukan berupa Akta perkawinan dan Kartu Keluarga yang tidak sah. Ini membuktikan ada rekayasa, ada upaya penyelundupan hukum dalam perkara Ni Luh Widiani,” pungkas Agus Widjajanto. NAN

Berita Terkait