Komnas Perempuan: Jangan Sampai Hukum Pidana, Alat Memiskinkan Perempuan

by Nano Bethan
168 views

DENPASAR, TABLOIDDICTUM.COM – Komisi Nasional Anti Kekerasan  Perempuan (Komnas Perempuan) memberi perhatian serius  terhadap Ni Luh Widiani, isteri dari Almahrum (Alm) Eddy Susila Suryadi, yang  mengalami ketidakberpihakan dalam proses hukum yang dialaminya. Dalam suratnya ke Kepala Kejaksaan Agung dan Kabareskrim Mabes Polri, , Dewi Kanti, Ketua Subkom Pemantauan Komnas Perempuan menyatakan, dari fakta hukum dan kronologis yang terjadi antara  Ni Luh Widiani dengan keluarga dari alm. Eddy Susila Suryadi, awalnya merupakan konflik perdata dalam hukum waris yakni konflik peninggalan harta waris dari alm. Eddy Susila Suryadi, pemegang atau pemilik 99 persen saham PT Jayakarta Balindo.  Konflik ini kemudian menimbulkan berbagai upaya hukum yang harus dihadapi Ni Luh Widiani dengan keluarga suaminya, baik secara perdata berupa gugatan pembatalan perkawinan maupun pidana.

Menurut Komnas Perempuan, laporan ke polisi yang dilakukan keluarga dari alm. Eddy Susila Suryadi atas beberapa dugaan tindak pidana, menjadikan Ni Luh Widiani sebagai Perempuan Berhadapan dengan Hukum (PBH) dalam konteksnya sebagai terpidana,   merupakan upaya kriminalisasi tanpa henti. Komnas Perempuan menilai, Ni Luh Widiani yang kembali didakwakan dalam laporan polisi yang sama,LP/B/0574/X/Bareskrim/2020 dan telah memiliki putusan pidana yang berkekuatan hukum tetap untuk dugaan tindak pidana yang berbeda merupakan bukti telah terjadinya kriminalisasi.

Diketahui, untuk laporan yang sama, Widiani sudah diputus majelis hakim PN Denpasar yang diketuai Angeliky Handajani Day dengan hakim anggota, Heriyanti dan Konny Hartanto dengan pidana penjara 1 tahun dan 2 bulan. Perempuan kelahiran Kubutambahan, Buleleng itu dinyatakan terbukti bersalah menggunakan KTP palsu dari Eddy Susila Suryadi untuk mencatatkan perkawinannya di Disdukcapil Kota Denpasar. Menjelang hari bebas dari Lapas Kerobokan, Denpasar pertengahan Maret 2022 lalu, Widiani kembali diadili dengan laporan polisi yang sama.  Jaksa Penuntut Umum (JPU), I Gusti Wirayoga sudah menuntut Widiani pidana penjara 4 tahun dan 6 bulan (4,5 tahun).  Perempuan asal Kubutambahan, Buleleng itu menurut jaksa, terbukti bersalah telah melakukan, menyuruh melakukan atau turut serta melakukan pemalsuan surat terhadap akta otentik, berupa Keputusan Sirkuler dan Berita Acara Rapat Umum Luar Biasa Para Pemegang Saham PT Jayakarta Balindo.   Upaya kriminalisasi ini menurut Komnas Perempuan, menempatkan Widiani dalam posisi yang rentan sebagai perempuan yang ditinggal mati suami, dengan  berbasis gender yang menjadi latar belakang dalam kasus yang dialaminya.

Dalam suratnya ke Kejagung dan Kabareskrim Mabes Polri, , Dewi Kanti, Ketua Subkom Pemantauan Komnas Perempuan menyatakan, dari fakta hukum dan kronologis yang terjadi antara  Ni Luh Widiani dengan keluarga dari alm. Eddy Susila Suryadi, awalnya merupakan konflik perdata dalam hukum waris yakni konflik peninggalan harta waris dari alm. Eddy Susila Suryadi.

Konflik yang menyebabkan Widiani dikriminalisasi dan terus berkelanjutan sehingga melanggar hak – haknya sebagai PBH, menurut Komnas Perempuan, adalah upaya penolakan dari keluarga alm. Eddy Susila Suryadi untuk memberikan hak – hak  Widiani dan anaknya.

Dalam surat yang ditembuskan ke Ketua Komisi Yudisial, Ketua Komisi Kejaksaan RI, Ketua Komisi Kepolisian RI serta Ketua PN Denpasar tersebut, Komnas Perempuan mempertanyakan alasan dan dasar hukum yang menjadi acuan, dengan laporan polisi yang sama dengan perkara yang sudah diputus sebelumnya,  kembali dilakukan proses penuntutan terhadap Ni Luh Widiani.  Menurut Komnas Perempuan, hal tersebut bertentangan dengan perundang – undangan dan melanggar hak – hak Widiani sebagai PBH. Ditegaskan, Ketua Subkom Pemantauan dalam suratnya, mengingatkan, jangan sampai penggunaan hukum pidana sebagai alat untuk memiskinkan perempuan dalam konteks hukum waris.  NAN

 

 

 

 

 

 

 

Berita Terkait