Ipung Apresiasi Hakim dan Jaksa dalam Kasus Kejahatan Seksual Yang Melibatkan WN Jepang FS

by Igo Kleden
190 views

DENPASAR, DICTUM – Aktivis perempuan dan anak, Siti Sapura alias Ipung memberikan apresiasi yang tinggi kepada  hakim yang menyidangkan perkara  kejahatan seksual yang dilakukan oleh WN Jepang berinisial FS terhadap siswi Indonesia yang juga adik kelas pelaku di sebuah sekolah di Bali. Ipung menyampaikan apresiasi atas penjelasan hakim yang memutuskan untuk melakukan sidang secara online yang perkaranya mulai disidangkan di PN Denpasar, Selasa (6/12/2022).

Sidang pada Selasa (6/12) ini dimulai dengan agenda pembacaan dakwaan oleh JPU yang dihadiri oleh saksi korban, orangtua korban, serta saksi dari sebuah mall tempat persetubuhan terjadi di toilet wanita mall tersebut. Selain pembacaan dakwaan, juga dilanjutkan dengan pemeriksaan saksi, baik saksi korban, orang tua korban dan saksi dari pihak mall. Pelaku asal Jepang, FS, disidangkan secara online dari tahanan Polresta Denpasar.

Selain memberikan apresiasi kepada majelis hakim, Ipung juga memberikan apresiasi kepada JPU. Menurut Ipung dalam dakwaannya, jaksa menggunakan pasal 81 tentang persetubuhan anak di bawah umur dan pasal 82 tentang perbuatan cabul terhadap anak. Ini tepat.

“Saya yakin jaksa akan mampu membuktikan adanya sederetan kebohongan, adanya bujuk rayu dari pelaku, sampai akhirnya persetubuhan anak di bawah umur ini terjadi di toilet wanita di sebuah mall. Juga pelaku mencekoki korban dengan minuman alkohol sebelum persetubuhan itu terjadi. Saya yakin jaksa bisa membuktikan hal tersebut,” ujarnya.

Walaupun ada bahasa pembenaran suka sama suka, maka jaksa akan mampu mendalilkan hal tersebut sebagai kejahatan luar biasa. Sebab bila alasan suka sama suka yang dipakai maka siapa saja bisa menyetubuhi anak orang lain tanpa dinikahi.

“Ini Indonesia, bukan negara  Jepang. Kalau di Jepang mungkin hal ini bisa dilakukan. Indonesia punya UU sendiri yang melindungi anak-anak dari kejahatan seksual. Negara harus hadir dan melindungi anak-anak dengan UU yang berlaku,” ujar Ipung.

Dalam kasus kejahatan seksual terhadap anak dan apa yang tercantum di dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016, perubahan kedua dari Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang perlindungan anak. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2016 berangkat dari Perpu Nomor 1 Tahun 2016 yaitu penetapan peraturan pengganti undang-undang (Perpu), yang khusus mengatur tentang apa yang terdapat atau yang diatur di dalam pasal 81 dan 82. Pasal 81 tentang persetubuhan anak di bawah umur. Pasal 82 tentang perbuatan pencabulan terhadap anak dibawah umur yang tergolong kasus kejahatan seksual luar biasa.

“Dan kasus kejahatan seksual terhadap anak tahun 2016 dicetuskan oleh Bapak Presiden Joko Widodo yang mengatakan kejahatan seksual terhadap anak adalah perbuatan kejahatan yang luar biasa yang harus diselesaikan dengan cara-cara luar biasa. Artinya, dalam kasus-kasus kejahatan seksual terhadap anak tidak ada istilah suka sama suka. Barang siapa (pelaku) mengajak, membiarkan orang yang diajak untuk melakukan perbuatan persetubuhan dengan tipu muslihat, dengan bujuk rayuan. Inilah unsurnya,” ujarnya.

Ipung menjelaskan, dalam kasus kejahatan seksual yang dilakukan FS asal Jepang tersebut, semua unsur itu ada. Pertama, dia mengajak korban ke sebuah tempat, kemudian mencekoki korban dengan minuman beralkohol sampai korban mabuk. Setelah korban yang masih di bawah umur ini mabuk, kemudian diajak ke toilet wanita untuk dilakukan hubungan seksual.

“Bahkan terdakwa sudah menyiapkan kondom yang akan dipakai untuk berhubungan seks dengan korban yang masih di bawah umur. Korban dalam kondisi mabuk dipaksa ke toilet wanita. Apakah ini yang disebut suka sama suka,” ujarnya.

Sidang akan dilanjutkan Rabu (7/12/2022) dengan agenda utama masih pemeriksaan saksi. Setelan pemeriksaan saksi akan dilanjutkan dengan pembelaan dari terdakwa dan dan tanggapan dari kuasa hukum korban.***

Berita Terkait