Praperadilan Prof. Antara Ditolak, Pendapat Saksi Ahli Pemohon Tidak Ada Relevansi dan Harus Dikesampingkan

by Nano Bethan
163 views

DENPASAR, TABLOIDDICTUM.COM – Pupus harapan Prof. Dr. I Nyoman Gede Antara, Rektor Universitas Udayana (Unud) untuk melepas statusnya sebagai tersangka perkara dugaan penyimpangan pengelolaan dana Sumbangan Pengembangan Institusi (SPI) Mahasiswa Baru seleksi Jalur Mandiri Universitas Udayana. Perlawanan yang dilakukan melalui praperadilan terkait penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali,  kandas di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar. Dalam sidang putusan, Selasa, 2 Mei 2023, hakim tunggal, Agus Akhyudi menyatakan menolak permohonan praperadilan dari pemohon, Prof. Antara. “Menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya dan menghukum pemohon untuk membayar biaya yang timbul dalam perkara ini sebesar nihil,” tegas Agus Akhyudi.

Diawal sidang putusan, tim penasihat hukum pemohon diantaranya, Gede Pasek Suardika, I Nyoman Sukandia dan Erwin Siregar, terlihat begitu percaya diri mamasuki ruang sidang. Tetapi ketika hakim Agus Akhyudi membacakan pertimbangan yang mengatakan, pendapat saksi ahli yang dihadirkan pemohon praperadilan tidak ada relevansinya dengan permohonan praperadilan yang diajukan sehingga harus dikesampingkan. Mendengar ini,  ketiga penasihat hukum langsung terlihat lemas, tertunduk dan ada yang tanpa sadar langsung  pegang kepala. Dalam sidang sebelumnya, saksi ahli yang dihadirkan pemohon, dalam  memberikan pendapatnya sebagai ahli fokus tentang kerugian negara  dan  harus hasil audit dari BPK atau BPKP.  Sementara permohonan praperadilan terkait belum cukup alat  bukti dala penetapan pemohon, Prof. Antara sebagai tersangka.

Terkait dengan alat bukti dalam penetapan tersangka oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejati Bali, hakim Agus Akhyudi menjelaskan, dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014,  selain memuat perluasan obyek praperadilan juga memberikan penjelasan atas pengertian bukti permulaan, bukti permulaan yang cukup dan bukti yang cukup, yakni  minimal 2 alat bukti sebagaimana diatur dalam Pasal 184 KUHAP. “Pemeriksaan praperadilan terhadap permohonan tentang tidak sahnya penetapan tersangka, hanya menilai aspek formil, yaitu apakah ada paling sedikit dua alat bukti yang sah dan tidak memasuki materi perkara,” ungkapnya.

Menurut Agus Akhyudi yang juga Wakil Ketua PN Denpasar,  berdasarkan fakta dipersidangan, pengadilan berpendapat telah terdapat alat bukti berupa saksi, ahli dan surat dalam penetapan pemohon sebagai tersangka dalam perkara dugaan penyalahgunaan dana SPI Mahasiswa Baru seleksi jalur mandiri Unud sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Pasal 3, Pasal 12 huruf e Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang R.I Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. “Semua alat bukti tersebut digunakan oleh termohon, Kejati Bali sebagai alat bukti untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka.  Terdapat tiga alat bukti yang digunakan oleh termohon untuk menetapkan pemohon sebagai tersangka,” jelas Agus Akhyudi dalam pertimbangannya.

Lebih lanjut dikatakan, pengadilan berkesimpulan bahwa penetapan pemohon Prof. Dr. I Nyoman Gede Antara M.Eng. sebagai tersangka telah didasarkan pada 3 alat bukti dan telah memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 21/PUU-XII/2014 Jo. Pasal 2 ayat (2) Peraturan Mahkamah Agung Nomor 4 tahun 2016 tentang Larangan Peninjauan Kembali Putusan Praperadilan.  “Termohon dapat membuktikan dalil-dalil sangkalannya, mutatis mutandis penetapan tersangka atas diri pemohon adalah sah adanya,” tegas Agus Akhyudi.

Seperti diketahui, Prof. Antara ditetapkan sebagai tersangka dalam jabatannya sebagai ketua panitia penerimaan mahasiswa baru seleksi jalur mandiri tahun akademik 2018/2019 sampai 2020/2021. Pada tahun 2021, Prof. Antara menjabat sebagai Rektor Universitas Udayana. Pungutan dana SPI ini diatur oleh Peraturan Rektor Unud, dimana antara lain tidak memungut dana SPI dari mahasiswa program studi atau fakultas non unggulan atau sepi peminat. Kenyataannya, mahasiswa program studi yang seharusnya tidak dipungut, tetap diharuskan menyumbang. Selain itu, dana SPI yang masuk ke rekening Unud, ditenggarai ada yang dipakai tidak sesuai peruntukkan atau ada penyimpangan dalam pengelolaannya.   NAN

Berita Terkait