Oleh :. Agus Widjajanto
Di masa reformasi seperti saat ini, teknologi dan budaya asing tidak terbendung merasuki generasi milenial yang berakibat terkikisnya budaya dan jati diri dan menghilangkan identitas Bangsa. Untuk memperkuat jati diri bangsa tersebut, penulis mencoba memaparkan sepenggal kisah hidup sejarah peletak dasar Pembangun Karakter Bangsa dari salah satu pendiri dan guru Bangsa di jaman sebelum Indonesia Merdeka yakni, Raden Mas Panji Sosro Kartono.
RM Panji Sosro Kartono lahir di Jepara, 10 April 1877, meninggalkan tanah air setelah lulus sekolah menengah di Semarang dalam usia 21 Tahun . Seorang wartawan perang peliput perang Dunia pertama di Eropa, yang menguasai 37 Bahasa, seorang penerjemah di Liga Bangsa Bangsa, guru yang juga ahli kebatinan Indonesia, Filsuf dan Sufi kebatinan Jawa.
Anak ke empat dari RM Ario Sosro Diningrat, Bupati Jepara dan kakak kandung dari RA Kartini. RM Panji Sosro Kartono yang memberikan inspirasi kepada RA Kartini untuk menulis surat korespondensi kepada Pajabat di Belanda dengan judul “Habis Gelap Terbitlah terang” yang merupakan tuntutan emansipasi bagi wanita agar mendapat pendidikan dan hak yang sama dengan laki laki.
RM Panji Sosro Kartono dijuluki Si Jenius dari Timur dan Pangeran dari Jawa oleh orang orang Eropa, sebelum pecahnya perang dunia Kedua. Lulusan Universitas Leident Belanda, sangat terkenal saat itu dengan ucapannya, “Dengan tegas saya menyatakan diri sebagai musuh dari siapapun yang akan membikin kita sebagai Pribumi Bumi Putra, menjadi Bangsa Eropa yang akan menginjak injak tradisi serta adat istiadat kebiasaan leluhur yang suci. Selama matahari dan rembulan bersinar , maka mereka akan saya tentang” (Dikutip dari RMP Sosro Kartono sebuah biografi (1987) karya Solichin salam).
Seorang insinyur berkebangsaan Belanda yang bernama Heyning menyarankan agar RM Sosro Kartono kuliah ambil jurusan tehnik di Politecnic Scool Te Delft. Diharapkan ketika lulus, bisa membantu daerah Jepara sebagai kota kelahirannya, yang diprediksi akan kekurangan air dalam saluran irigasi untuk pertanian. Namun karena hati kecilnya merasa tidak cocok, RM Sosro Kartono pindah dan ambil jurusan Bahasa dan kesusastraan Timur di Universitas Leiden Belanda.
Dalam buku ” menumbuhkan sikap Patriotisme membangun karakter Bangsa” RMP Sosro Kartono masuk dalam daftar Redaksional penyusunan buku yang dikirim oleh Indische Vereeniging atau Perhimpunan Pelajar Mahasiswa Hindia (Indonesia) kepada Boedi Oetomo ditahun 1908 .
Sumidi Adisasmita dalam buku ” Wasiat peninggalan Jiwa Besar kaliber Internasional RM Sosro Kartono ” menulis bahwa satu – satunya mahasiswa yg berhasil lulus ujian tes penterjemah artikel panjang dalam bahasa Inggris, Perancis dan Rusia, hanya RM Sosro Kartono yg lulus seleksi. Sementara Mohammad Hatta dalam Memoir ( 1979), menyakini bahwa gaji dari Sosro Kartono sebagai Jurnalis The New York Herald Tribune dan penerjemah dari Liga Bangsa Bangsa, sangat besar untuk ukuran jaman itu yakni 1250 Dolar Amerika .
Saat awal awal meletusnya perang Dunia Kedua, RM Sosro Kartono memutuskan pulang untuk menemui guru spiritualnya di daerah Mojoagung, Jombang, Jawa Timur. Setelah bertemu guru spiritualnya, pandangan dan gaya hidup seorang Sosro Kartono berubah, dimana beliau meninggalkan harta dan jabatannya yang ada di Eropa, untuk pulang dan mengabdi kepada Bangsanya.
Saat itu, para pejabat Pemerintah Hindia Belanda merasa curiga, bagaimana mungkin seorang Bangsawan Jawa yang sangat cerdas, menguasai 36 Bahasa dan mempunyai jaringan kuat dipejabat Eropa mau hidup di tanah kelahirannya, kalau tidak punya rencana untuk menggalang kemerdekaan. Oleh sebab itu, setiap saat para intel Belanda selalu mengawasi bahkan ditawari pekerjaan.
Tetapi, Sosro Kartono menolak dengan alasan ingin mengajar bangsa nya agar menjadi bangsa yang tetap punya karakter ketimuran. Penolakannya tersebut berakibat, RM Sosro Kartono harus berurusan dengan Snouck Hurgronje dan difitnah sebagai orang yang paham komunis.
Kepada sahabatnya, Henrij Abendonan, mantan menteri kebudayaan Belanda Dalam hal ini, RM Sosro Kartono menyatakan, dirinya bersumpah atas kubur ayah dan Kartini, tidak sekalipun pernah menganut paham komunis dan tidak lebih hanya inginkan bekerja dan mengabdi untuk pendidikan mental Anak Bangsanya sendiri.
Setelah Belanda menyerah dalam perang dunia kedua dan Jepang masuk Indonesia, kesehatan RM Panji Sosro Kartono mengalami penurunan dan terserang strok, dikutip dari buku ” Wajah Bandung Tempo Doeloe ( 1984) karya Haryoto Kunto. Ketika itu, utusan dari Soekarno pernah datang dan bertanya kepada Sosro Kartono, bagaimana peluang Indonesia bisa merdeka dan dijawab, Indonesia Pasti Merdeka. Jawaban dari seorang ahli kebatinan ternama seorang sufi Jawa dan filsuf dan memang terjadi , Indonesia Merdeka pada tahun 1945.
Sebagai seorang Ahli kebatinan Jawa, RM Panji Sosro Kartono terkenal dengan ilmu nya yang bernama Catur Murti dimana Catur artinya empat dan Murti adalah pengabdian diri. Didalam tubuh diri kita yaitu, Pikiran, Perasaan, Perkataan dan Perbuatan. Keempat hal tersebut harus lurus dan menjurus pada huruf Alif.
Dalam huruf Alif itulah menurut sang Maestro , hadir sebagai situasi puncak ketidak sadaran maupun kesadaran , atau melebur yang mempunyai makna sangar sakral, yang tidak terpisahkan alias manunggal. Seperti hal nya penjabaran huruf Alif yaitu, Lam , Mim, Ra’ Nur Muhammad, yang merupakan satu kesatuan tunggal untuk mencapai Hakekat Makrifatullah.
RM Panji Sosro Kartono adalah peletak dasar pendidikan Karakter Bangsa, pernah juga mengajar pada perguruan Taman Siswa. Terpanggil untuk mencintai Bangsa, Budaya dan adat istiadat Bangsanya sebagai tata hidup luhur dari para leluhur. Merupakan satu kesatuan dari harga diri dan ruh-nya sebagai Bangsa Merdeka dan berjuang dengan cara nya sendiri.
Falsafah dari RM Sosro Kartono yang hingga kini menjadi pedoman bagi para pinisepuh dalam ajaran budi pekerti terhadap anak anaknya adalah, Sugih Tanpo Bondo ( kaya hati tanpa harus harta), Digdoyo tanpo Aji ( tak terkalahkan tanpa kesaktian ), Ngluruk tanpo Bolo ( menyerbu musuh tanpa pasukan), Menang tanpo ngasorake (Menang tanpa merendahkan lawan), Trimah Mawi Pasrah ( menerima dan pasrah akan takdir), Suwung Pamrih tebih ajrih (kalau tanpa pamrih maka tidak ada ketakutan pada diri kita), Langgeng tan ono susah tan ono bungah (Seterus nya hidup selalu ada sedih dan gembira).
RM Panji Sosro Kartono wafat, 8 Februari 1952, di Bandung dan dimakamkan dimakam keluarga besar nya di desa Kaliputu, Kota Kudus, Jawa Tengah.
Urip Kuwi Urup, RM Panji Sosro Kartono adalah seperti cahaya Rembulan yang menyinari kegelapan malam saat jamannya, semoga bisa menjadi inspirasi bagi generasi saat ini dan generasi mendatang , untuk selalu menjaga dan mencintai Bangsa,Budaya dan adat istiadat Bangsa sendiri.
Jakarta, 06 September 2023
Penulis: Praktisi hukum dan pemerhati budaya Jawa