Yayasan Supersemar, Soko Guru Pendidikan Generasi Bangsa Masa Depan, Menghasilkan  Jutaan Sarjana dan Ribuan Guru Besar

by Nano Bethan
102 views
Praktisi Hukum

Oleh. : Agus Widjajanto

Apakah kita pantas disebut sebagai bangsa yang berjiwa dan karakter Pancasila, kalau masih ada dikotomi dan ganjalan pada politik masa lalu yang kemudian dijadikan alasan untuk melakukan tindakan hukum. Padahal, sudah jelas terbukti bermanfaat bagi generasi saat itu, yang akan menerima estafet kepemimpinan masa kini

TABLOIDDICTUM.COM – Pada setiap tanggal 11 Maret kita selalu memperingati hari lahirnya Supersemar, dengan segala hiruk pikuk nya dalam menilai tergantung sudut pandang dari siapa akan menilai, baik dari sudut pandang politik , karena lahirnya pemerintahan Orde Baru, maupun dari sudut pandang setelah lahir nya orde baru dan dibentuk yayasan Supersemar untuk menunjang pendidikan nasional dengan memberikan bantuan dana beasiswa bagi para sarjana baik strata satu , strata dua, hingga strata tiga ( Doktor ).

Terlepas dari itu semua , fakta yang terjadi , yayasan Supersemar yang dibentuk oleh Mantan Presiden Soeharto pada tahun 1974 , berdasarkan keterangan dari mantan ketua umum keluarga mahasiswa dan Alumni penerima Beasiswa Supersemar, ( KMK PBS ) Taufiq Rachman, yayasan Supersemar telah memberikan beasiswa dan bantuan pendidikan kepada lebih dari dua juta mahasiswa , baik S2 ,S2, maupun S3 dan lebih dari seribu alumni penerima beasiswa telah tercatat sebagai Profesor atau Guru Besar.

Antara lain, Prof. Dr. Nasarudin Umar, Prof. Dr. Mahfud MD mantan Menkopolhukam, Prof. Dr. Yohanes Surya, fisikawan yang mendirikan universitas unggulan, Prof. Dr. Muhammad Nuh mantan menteri pendidikan, Prof. Dr. Ketut Surajaya, Guru besar Universitas Indonesia  dan ribuan lagi yang tidak terhitung. Lebih spektakuler adalah 70 persen dari Rektor diberbagai universitas negeri di Indonesia adalah alumni penerima mahasiswa Supersemar.

Baca juga: Kakawin Nagara Kertagama, Merupakan Sumber dari Nilai – nilai Pancasila

Dua juta penerima beasiswa Supersemar itulah penggerak pendorong Indonesia kedepan sebagai sebuah bangsa yang maju yang akan mendidik dan melahirkan jutaan bahkan puluhan juta pelajar, mahasiswa di negeri ini, seperti yang dicita-citakan dalam pembukaan Undang Undang Dasar 1945 kita, yaitu “Untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan Bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan , perdamaian abadi, keadilan sosial”.

Harus disadari,  untuk mencapai cita cita Proklamasi tersebut hanya dengan cara adanya pendidikan yang memadai untuk menelurkan dan mendidik manusia manusia unggul agar bisa berpikir dan berwawasan untuk mencapai perdamaian abadi seperti yang tertulis dalam pembukaan Dalam Kontitusi kita.

Setelah jatuh nya pemerintahan Orde Baru, dalam catatan hukum dari berbagai sumber pada tgl 11 Oktober 1999, Jaksa Agung RI Andi Mohammad Ghalib, telah mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan karena dianggap telah terjadi penyalah gunakan wewenang dana negara yang dilakukan oleh Mantan Presiden Soeharto, melalui ketujuh yayasan yang dimilikinya  dan dinyatakan tidak terbukti.

Tetapi pada saat Pemerintahan Presiden Abdulrahman Wahid ( Gus Dur ) memerintahkan dibukanya kembali penyidikan lewat Kejaksaan Agung dan menetapkan Mantan Presiden Soeharto jadi tersangka. Walau proses persidangan  dihentikan karena beliau sakit, dan tidak tuntas, namun hal itu ditindak lanjuti lagi melalui Kejaksaan Agung RI pada pemerintahan selanjutnya, yakni pemerintahan Jokowi.

Baca juga: Sejak Reformasi, Bangsa Kehilangan Petunjuk Jalan Arah Tujuan Negara

Melakukan gugatan perdata terhadap Yayasan Supersemar, sesuai keterangan juru bicara pengadilan negeri Jakarta Selatan saat itu, Achmad Guntur, yang dianggap telah terjadi penyelewengan dana beasiswa, dimana telah disalurkan/ dipinjamkan kepada pihak ketiga dalam bisnis, yang dalam gugatan tersebut pada tanggal 19 Nopember 2018 Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menyita Gedung Granadi. Menurut  Kejaksaan Agung, gedung terletak di Jalan Rasuna Said, Kuningan Jakarta Selatan terebut  dimiliki oleh yayasan Supersemar, sebagai bagian dari pelaksanaan putusan Mahkamah Agung terhadap yayasan Supersemar.

Lebih celakanya lagi, gedung Granadi bukan merupakan aset dan milik dari yayasan Supersemar, akan tetapi milik dari yayasan Dakab ( Dana Abadi Kharya Bhakti ) dengan demikian secara hukum acara, walaupun dalam status sita, tidak mungkin bisa di eksekusi.

Masa pemerintahan Orde Baru selama 32 tahun, banyak sekali yang telah dicapai , dimana Indonesia sebagai negara Macan Asia dengan pertumbuhan Ekonomi tertinggi melebihi Korea Selatan, Jepang dan Singapura.  Adanya pembangunan SD Inpres dan biaya pendidikan yang murah, kebutuhan sandang, pangan, papan  dengan swasembada beras,  dengan Repelita nya baik jangka pendek, Menengah dan panjang. Apabila pencapaian Orde Baru saat itu dilanjutin oleh pemerintahan selanjut nya pada masa Reformasi, siapapun presiden selanjutnya dan semua pihak punya komitmen maka Indonesia sudah jadi negara maju, setara dengan Jepang, dan Korea Selatan.

Dengan penguasaan teknologi  dan kemampuan sumberdaya manusia yang adaptif, dan berkualitas, tidak lagi terjebak politik praktis yang mengarah kepada penghancuran pengaruh Rezim sebelumnya, yang dianggap sebagai warisan yang jelek. Padahal kita bisa rasakan sendiri saat ini stabilitas politik, keamanan , dan ekonomi lebih baik secara merata saat masa lalu.

Baca juga: Apakah Hukum Berkaitan dengan Norma dan Etika ? Ini Pendapat Praktisi Hukum Agus Widjajanto

Jangan jadikan politik hukum untuk memundurkan pencapaian pembangunan yang telah dilakukan oleh para pemimpin masa lalu, jangan karena kepentingan politik praktis lalu masyarakat  yang jadi korban ketidakadilan,  yang sesungguhnya adanya hari ini karena adanya masa lalu. Alangkah lebih indah seandainya dulu masa – masa permulaan Reformasi, segala program Orde Baru bisa dilanjutkan.

Sama seperti  program –  program masa pemerintahan joko Widodo yang akan dilanjutkan oleh Pemerintahan kedepan dari Prabowo Subianto  dan Gibran Raka Buming Raka. Tentu rakyat akan lebih nyaman, lebih makmur dan pembangunan telah melaju lebih tertata melalui Repelita dan GBHN dimana negara dan pemerintahan punya petunjuk atau kompas yang akan dicapai kedepan .

Sebagai bangsa timur yang punya karakteristik,  unggah – ungguh sopan santun, baik dalam kehidupan sehari – hari, maupun cara berpolitik yang seharusnya sebagai slogan ke-Indonesiaan. Apakah kita pantas disebut sebagai bangsa yang berjiwa dan karakter Pancasila, kalau masih ada dikotomi dan ganjalan pada politik masa lalu yang kemudian dijadikan alasan untuk melakukan tindakan hukum. Padahal, sudah jelas terbukti bermanfaat bagi generasi saat itu, yang akan menerima estafet kepemimpinan masa kini.

Seperti halnya keberadaan yayasan Supersemar yang telah melahirkan ribuan guru besar, dan jutaan sarjana, baik S1 maupun S2, yang saat ini menjadi Soko Guru-nya pemimpin pemimpin bangsa. Apakah kita akan melupakan jasa itu kah ? Mari kita hargai jasa para pahlawan, bahwa bangsa yang besar adalah bangsa yang selalu ingat dan menghargai pahlawannya. Sejartera dan adil negeriku, yang telah berkorban para pendiri bangsa ini dengan susah payah, darah keringat  dan air mata, telah engkau sumbangkan demi kami, anak – anak bangsa kedepan.

Penulis adalah Praktisi Hukum di Jakarta, Pemerhati Sejarah Sosial budaya

Berita Terkait