Presiden Terpilih dalam Pilpres 2024, Ramalan Jayabaya dan Michael Nostradamus, Datangnya Ratu Adil

by Nano Bethan
325 views
Foto Ilustrasi

Oleh : Agus Widjajanto

“Pemimpin terpilih diharapkan bisa menjadi pengayom masyarakat baik kalangan bawah selaku wong cilik maupun kalangan menengah hingga atas, untuk mencapai jaman kejayaan”

TABLOIDDICTUM.COM – Pemilu serentak, Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden serta Pemilihan Legislatif, DPR RI, DPRD Propinsi, Kabupaten Kabupaten/Kota dan DPD baru saja selesai dan hasilnya sudah diketahui bersama.  Indonesia yang dulu disebut Nusantara telah diramalkan oleh Jayabaya, Raja Kediri yang hidup dan sekitar tahun 1150 Masehi. Selain itu, peramal Perancis, Michael Nostradamus, bahwa akan mulai muncul pemimpin baru dari Timur. Hasil Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2024 ini, apakah ada korelasinya dengan ramalan Jangka Jayabaya dan juga Michael Nostrademus, muncul atau datangnya seorang Satriya Utomo yang terpingit ?

Michael Nostradamus, Warga Negara Perancis keturunan Yahudi dan seorang sufi dari Kristen Ortodok yang sangat terkenal atas ramalan – ramalannya yang kerap terbukti.  Menurut ramalannya, ditulis Fistwith dan Peter Lori dalam bukunya, The End Of The Millenium profesi 1992 hingga 2001, akan muncul pada tahun 2024 seorang calon pemimpin yang ditakdirkan akan merubah Peradaban Dunia.

Pemimpin dijuluki  “The Man From The East” atau laki laki dari timur yang  akan muncul dari negeri Timur yang terletak pada pertemuan tiga lautan tersebut merupakan seseorang yang akan membawa A New World Religion. Kemunculannya akan menggemparkan Dunia Timur dan Barat , karena ketegasan dan keberaniannya dalam menyuarakan keadilan dan kesetaraan dalam aturan tatanan dunia.

Dalam buku The New World Religion atau Agama Baru di dunia, untuk mencerahkan kebuntuan atas segala perbedaan yang semakin besar dari agama – agama yang ada. Dia akan lahir sebagai penguasa dunia baru yang tidak atau belum pernah dikenal dan diperkirakan sebelumnya oleh umat manusia di seluruh dunia.
Sementara ramalan Jangka Jayabaya, diyakini masyarakat Jawa bahwa akan lahirnya Agama Budi bersenjata Trisula Weda yang berisi tiga mata tombak.

Ada korelasinya antara Ramalan dari Michael Nostradamus dengan Ramalan Jangka Jayabaya yang sudah di adopsi dan disempurnakan oleh Raden Ngabehi Ronggo Warsito dengan akan datangnya Ratu Adil yaitu Satriyo Panindito sisihaning Wahyu.

Membicarakan akan datangnya Ratu adil setiap jaman selalu relevan untuk dibicarakan. Medio tahun 1920, ramai diramalkan akan datangnya ratu adil yang membawa bangsa ini menemukan cahaya keadilan, yang bagi masyarakat Jawa disebut lahirnya Satriyo piningit dan pada masa itu lahir putra sang Fajar (Soekarno atau Kusno). Pemimpin yang memproklamirkan Kemerdekaan Negara Republik Indonesia dengan memanfaatkan kekosongan pemerintahan pasca perang dunia kedua.

Baca juga: Falsafah Jawa Suro Diro Joyoningrat Lebur Dening Pangastuti dalam Perspektif Politik Nasional

Jayabaya adalah Raja Kediri, tokoh yang bagi orang Jawa lebih dari sekedar figur Historis. Jayabaya dipandang sebagai figur mistis, dipandang sebagai nabi yang menyampaikan nubuat dan ramalan tentang masa depan orang Jawa, dikenal dengan Ramalan Jayabaya (Jongko Joyoboyo). Ramalan Jayabaya tersebut mengilhami adanya gerakan Ratu adil di Jawa, dimana pengikutnya berharap akan datangnya Ratu adil atau umumnya dipandang sebagai mesias Jawa.

Kemunculannya diharapkan dapat membebaskan rakyat dari penderitaan dan penindasan kaum bermodal dan penjajahan pada masa kolonial Belanda. Seperti diketahui, setiap periode tertentu, baik pada abad ke 18 menjelang pecahnya perang Jawa pada tahun 1825 hingga 1830 dan dipimpin oleh Diponegoro atau RM Ontowiryo, merupakan gerakan perang Sabil (perang suci agama). Disebut demikian karena menyangkut kepercayaan mesias Jawa, yang disebut Sultanul Sayyidil Panetep Panoto Agomo (Raja atau pemimpin agama) untuk membebaskan rakyat dari penindasan.

Medio awal abad ke-19 Masehi, saat Budi Utomo dibentuk 1908 hingga masa – masa revolusi kemerdekaan yang dipercaya oleh rakyat (wong cilik). Dimana datangnya Ratu adil akan menjungkir balikan tatanan yang ada untuk membebaskan rakyat dari belenggu kezaliman agar bisa mencapai hidup makmur dan mendapatkan keadilan yang sama sebagai suatu hak dalam suatu anak bangsa.

Demikian pula saat ini, di jaman Reformasi yang dalam Ramalan Jangka Jayabaya disebut jaman Kolo Bendu (jaman morat marit/ketidakpastian) hukum diciptakan bagi yang kuat dan kaya, tumpul diatas tajam dibawah, merosotnya budi pekerti, anak berani melawan orang tua, guru dianggap teman dan tidak lagi ada rasa hormat, berbicara tanpa aturan karena kebebasan berpendapat yang tidak lagi beretika.

Sangat menarik disini untuk dikaji dan direnungkan bersama yang kadang ekspektasi masyarakat, lebih – lebih wong cilik, yang terlampau besar harapan kepada pemimpinnya, dimana sesuai ramalan Jongko dari Raja Brawijaya yang lalu disadur dan diperbaruhi oleh Raden Ngabehi Ronggo Warsito. Diramalkan, akan datangnya Ratu Adil yang dalam literatur tulisan beliau, akan datang Satriyo Panandito Sisihaning Wahyu, Dewa atau Tuhan berbadan manusia berparas Batara Surya, bersenjata Trisula Weda.

Baca juga: Yayasan Supersemar, Soko Guru Pendidikan Generasi Bangsa Masa Depan

Trisula Weda adalah sebuah perumpamaan mengenai ilmu rahasia leluhur di negeri ini yang dulu disebut Nusantara. Ditulis juga dalam karya sastra kitab Sastro Jendro Hayuningrat, yaitu metode pengajaran ilmu dalam tata negara untuk menata tata cara pemerintahan yang menghubungkan benang merah antara masa kini, masa depan dan sejarah masa lalu.

Trisula Weda sendiri adalah senjata tombak dari Dewa Siwa salah satu dari Trimurti. Kegunaannya untuk memerangi sifat Angkara murka dari sifat kedagingan dari diri manusia, yang selalu ambisius menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, baik harta maupun tahta, agar menjadi manusia yang berbudi pekerti luhur adiluhung dan menciptakan harmonisasi dalam hidup di dunia sebagai wakil yang Maha KJuasa.

Trisula adalah senjata bermata tiga, sedangkan Weda adalah berasal dari bahasa sansekerta yang apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia punya arti ilmu pengetahuan yang secara Etimologi artinya mengetahui . Tiga mata trisula apabila diterjemahkan dalam Akidah hukum dogma adalah aturan yang mengatur agar antara Niat/Nawaitu, Ucapan dan tindakan (Mu,amallah). Bisa manunggal atau satu, sebagai manifestasi kejujuran sebagai seorang hamba Tuhan.

Tombak dapat diartikan hubungan tegak lurus antara mahluk hamba dengan Tuhan sang pencipta. Hukum alam selalu berlaku hukum sebab akibat mengapa alam semesta ini diciptakan dan mengajarkan agar diri kita selaras dengan hukum alam/Sunatullah, seperti hal nya kita menyembah dan sujud pada setiap sholat sholat kita. Dimana gunung, hewan, tumbuhan, lautan juga mahluk yang menyembah dan berlaku sesuai hukum Tuhan dalam Sunatullah. Seperti halnya Bumi mengitari matahari, dan matahari mengitari Galaksi Bima Sakti, serta bulan mengitari bumi.

Harmonisasi alam ini hanya bisa diciptakan jikalau diri kita juga memahami dan melakukan harmonisasi sesuai Sunatullah dan menjalankan budi pekerti adiluhung jujur dan adil. Itulah pengharapan dari masyarakat Jawa khususnya dan Indonesia pada umumnya untuk menantikan lahirnya pemimpin yang bisa mengayomi rakyat kecil, yang berjiwa jujur, adil, ucapan pikiran dan perbuatan adalah satu atau tunggal, yang selalu berjalan selaras sesuai hukum Tuhan dan hukum alam.

Baca juga: Kakawin Nagara Kertagama, Merupakan Sumber dari Nilai – nilai Pancasila

Bersorban atau Berikat Biru yang mempunyai makna terlahir dari keturunan darah biru atau Raja Raja di Nusantara ini, lalu dilahirkan bertemunya tiga lautan adalah menyangkut Nazab atau turunan dari darah biru Yang merupakan kerajaan masa lalu.

Trisula Weda sendiri merupakan sepasang senjata yang Trisula Raja (Laki laki) dan Trisula Ratu (perempuan) sepasang senjata ini merupakan simbol kehidupan alam Raya dari Sunatullah. Bahwa apapun selalu dilahirkan diciptakan berpasang – pasangan, yang identik dengan simbol Lingga dan Yoni yang banyak ditemukan pada situs situs di Candi – candi purbakala,apabila dikaitkan dengan kepercayaan Jawa merupakan Kakang Kawah Adi Ari – Ari.

Bahwa dalam beribadah seperti kita ketahui dibagi tiga hal yaitu akidah yang mengatur hukum fiqih dalam aturan aturan agama, kedua akidah atau seremonial ibadah yang merupakan tata cara menjalankan ibadah dan Mu’amalah, atau amal ibadah di tengah masyarakat. Dalam hal ini hubungan bukan hanya pada hablumminallah tapi juga pada hablumminannas atau hubungan antar manusia dalam bermasyarakat dan bernegara.

Dalam perspektif Agama Budi seperti yang ditulis dalam Jangka Joyoboyo, mempunyai makna bahwa kita harus mempunyai budi pekerti adiluhung yang luhur sebagai hamba Tuhan, yang bisa menerapkan Trisula. Ucapan, pikiran dan niat atau hati dan tindakan harus satu manunggal. Menjalankan tata cara adat istiadat dari apa yang telah diwariskan para leluhur masa lalu yang terkenal adiluhung dan penuh bahasa tersirat dan sarat perumpamaan yang dalam dunia modern telah diajarkan oleh pendidikan Taman Siswa Ki Hajar Dewantoro.

Makna dari Trisula Weda sendiri sesungguhnya merupakan harapan dari rakyat atau kawulo agar lahir pemimpin yang bisa memikirkan dan mengangkat harkat dan martabat wong cilik baik petani, nelayan, buruh agar bisa hidup layak dan itu harapan mereka dan rakyat Indonesia terhadap pemimpin terpilih pada pemilu tahun 2024 ini.

Baca juga: Sejarah Mataram Kuno, Perang Saudara Menyangkut Agama, Renungan dan Refleksi

Dalam Ramalan Jangka, dapat dijabarkan bahwa Ratu adil adalah Manusia Pilihan Tuhan, sakti tanpo aji – aji, segala ucapannya jadi kenyataan sabdo tunggal, kun fayakun jadi dan terjadilah. Sifat kepemimpinannya, jika menang tidak merendahkan lawan dan selalu memanusiakan manusia seperti dalam dongeng – dongeng sebenarnya.

Apabila Tuhan berkehendak tidak ada yang mustahil di dunia ini, karena seluruh ramalan dari Raja Jayabaya diyakini masyarakat jawa telah banyak terbukti, tinggal datangnya Ratu adil tersebut yang belum terjadi yang merupakan harapan bagi wong cilik (masyarakat kecil) yang hidupnya belum bisa menikmati hasil dari buah kemerdekaan yang dicita-citakan sebagaimana dalam Pembukaan UUD 1945 dan sila – sila dalam Pancasila.

Dalam perspektif kekinian yang masyarakatnya majemuk, dengan pola kehidupan bebas berbicara yang mempunyai keinginan kebebasan demokrasi yang sebenarnya adalah produk barat. Diciptakan pasca pemenang dunia kedua sebagai alat kolonialisasi modern sebagai bagian dari strategi perang Hibrida untuk menguasai suatu wilayah dengan cara gabungan antara konvensional dengan cara mempengaruhi ekonomi, budaya, bahasa, teknologi informasi bagi generasi muda.

Dimana Harapan masyarakat bawah atau kecil untuk menunggu datangnya Ratu adil seperti halnya pada jaman pra kemerdekaan yang mengalami jaman tanam paksa dalam penjajahan Belanda.  Adalah sebuah harapan yang wajar memimpikan datangnya pemimpin yang disebut Ratu Adil untuk menyongsong jaman keemasan Gemah Rimpah Loh Jinawe, Toto Tentrem Kerto Raharjo adil dan Makmur.

Harapan tersebut saat ini tentu ditujukan kepada presiden dan wakil presiden terpilih pada pemilihan umum tahun 2024, Prabowo Subianto dan Gibran Raka Buming Raka. Pemimpin terpilih diharapkan bisa menjadi pengayom masyarakat baik kalangan bawah selaku wong cilik maupun kalangan menengah hingga atas, untuk mencapai jaman kejayaan.

Tentunya dengan tetap menjunjung tinggi kehormatan dan kebenaran serta keadilan bagi rakyatnya serta kehormatan bagi bangsanya menuju masyarakat yang dicita-citakan oleh proklamasi yaitu menuju masyarakat adil makmur gemah ripah loh jinawi, toto tenteram kerto raharjo, serta mampu berperan menjaga perdamaian dunia.

Harapan tersebut menjadi tugas yang harus diemban sesuai amanat rakyat kepada Presiden terpilih, Prabowo dan Gibran. Semoga menjaga amanat rakyat, tidak mengingkari amanat rakyat kecil, menjadi pemimpin yang adil dan berani, yang selalu berorientasi ke-Indonesian. Kutagih janjimu, kunantikan kiprahmu.
Semoga dapat memberikan manfaat pencerahan bagi pecinta budaya Jawa dan Bangsa Indonesia yang terkenal bangsa adiluhung sopan – santun, andhap asor, tapi berharga diri sebagai bangsa yang berbudaya serta sebagai Bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa ****

Penulis : Praktisi hukum dan Pemerhati sosial budaya tinggal di Jakarta

Berita Terkait