DENPASAR, TabloidDictum.com – Pembayaran dengan mengunakan kartu atau uang elektronik untuk parkir di Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, bukan tidak mungkin adalah “Jebakan Batman” dari pemegang otoritas parkir.
Masuk Bandara Ngurah Rai, pengendara, baik sepeda motor maupun mobil, harus menggunakan kartu pembayaran elekronik. Tidak ada sosialisasi, sehingga penggendara diharuskan membeli kartu ini di gate parkir dari petugas.
Ketika membeli kartu maka penggedara tanpa sadar telah terjerat jebakan batman. Tempel kartu, palang pintu terbuka tetapi apakah pengendara tahu berapa banyak saldo yang ada di dalam kartu pembayaran elektronik yang dibeli dari petugas di pintu masuk?
Bukan tidak mungkin, kartu uang tersebut hanya untuk mengelabui pengguna jasa parkir Bandara Ngurah Rai untuk membayar lebih dari yang seharusnya di bayar. Seperti yang dialami seorang pengendara dan pengguna jasa parkir Bandara pada 12 Desember 2024. Saat itu, pengendara bernama Horacio Canto, ingin menjemput tamunya di kedatangan internasional.
Pria yang akrab disapa Chris ini tak habis pikir dan heran hingga saat ini dengan metode pembayaran parkir yang diterapkan di Bandara Internasional Ngurah Rai. Ia mengisahkan parkir di bandara, tidak seperti biasanya, palang pintu terbuka dengan menekan tombol karcis.
Petugas yang ada di gate atau pintu masuk parkir menggatakan bahwa untuk masuk di area parkir bandara harus menggunakan kartu pembayaran elektronik dengan membeli dari petugas – petugas yang ada di gate parkir.
“Ketika sampai di loket pintu masuk, seperti biasa saya tekan tombol tiket tetapi tidak bisa. lalu didatangi petugas parkir dan menyampaikan saat ini setiap masuk bandara harus dengan kartu. Lalu saya jawab baik pak, bagaimana caranya sementara saya tidak bawa kartu, apakah bisa? Lalu dijawab sama petugas, bisa pak, kami ada jual kartu. Bapak bisa beli kartu dengan harga Rp50 ribu. Saya pun membeli dan akhirnya bisa masuk, ” cerita Chris, Minggu, 19 Januari 2025.
Chris kemudian membeli kartu uang elektronik seharga dari petugas tersebut tanpa tahu berapa saldo dari kartunya.
Anehnya, kartu tersebut tidak bisa digunakan sebagai pembayaran di pintu keluar parkir karena saldonya tidak mencukupi sehingga dirinya harus merogoh kantong untuk membayar dengan uang tunai. “Saya membayar lagi Rp30 ribu. Seharusnya, kalo memang kartu tidak ada saldo saya di suruh mengisi saldo bukannya petugas menerima pembayaran tunai,” ungkapnya.
Ditambahkan, total biaya untuk parkir kurang lebih empat jam di Bandara Ngurah Rai Rp80 ribu, uang elektronik dalam kartu parkir senilai Rp50 ribu plus bayar tunai Rp30 ribu. Ketika itu, Chris menjemput tamunya dengan kendaraan roda empat dan parkir dari pukul 09.45 Wita dan keluar sekitar 12.45 Wita.
“Yang menjadi pertanyaan saya dan juga mungkin kebanyakan masyarakat yang belum tahu, sebenarnya berapa sih isi kartu (elektronik) yang dijual petugas parkir bandara sebesar Rp50.000 itu? Masyarakat perlu tahu!” tegas Kris.
Setelah kejadian apes bulan Desember 2024, Chris kembali mengalami hal serupa pada 9 Januari 2025. Saat itu, ia menggunakan sepeda motor untuk menjemput keluarganya dari Surabaya di kedatangan domestik Bandara Ngurah Rai. Seperti biasa ia langsung menuju tempat parkir sepeda motor. Sebelum masuk, terlebih dahulu ia menanyakan ke loket pintu keluar.
“Disana saya menanyakan ke petugas loket, pak saya tidak bawa kartu apakah boleh masuk? Dijawab oleh petugas, boleh dan nanti keluar lewat loket bagian kiri dengan membayar uang tunai atau cash,” lanjut Horacio Canto.
Dengan berbekal informasi dari petugas di loket gate parkir, Chris yang juga seorang jurnalis di Bali ini langsung menuju loket pintu masuk. Namun setiba di sana ada petugas parkir yang berdiri didepan pintu masuk dengan memegang sejumlah kartu uang elektronik.
Karena tak membawa kartu, Kris bertanya lagi kepada petugas bahwa dirinya boleh masuk tanpa kartu seperti yang disampaikan petugas. Namun ia ditahan, dan diharuskan membeli kartu uang elektronik Rp 50 ribu.
“Kemudian saya menyampaikan, tadi saya sudah tanya di loket pintu keluar dan diperbolehkan bayar dengan uang tunai pak, mengapa disini tidak boleh. Lalu dijawab oleh petugas bahwa sudah tidak boleh,” ungkapnya.
Kemudian ada petugas parkir yang datang dan menyampaikan saat ini sudah tidak boleh memakai uang tunai dan harus pakai kartu uang elektronik dan tetap bersih keras tidak mengizinkan masuk.
“Lalu saya menjawab kalau memang tidak boleh mengapa tadi saya tanya di loket keluar diperbolehkan? Namun tidak dijawab oleh si petugas. Karena tidak diizinkan akhirnya saya dengan beberapa pengendara motor dibelakang putar kembali dan tidak jadi parkir di dalam” lanjut jurnalis ini.
Kejadian di gate parkir Bandara Ngurah Rai ini, menjadi pertanyaan mendalam Kris. Jika mengharuskan semua menggunakan kartu uang elektronik, mengapa di pintu keluar ada loket untuk kartu dan ada loket untuk tunai?
Mengapa tidak ada kebijakan solutif bagi masyarakat yang belum mengetahui tentang pemberlakuan sistem pembayaran dengan kartu uang elektronik atau metode pembayaran cashless (nontunai)? Karena hingga saat ini masih banyak masyarakat terutama pengendara sepeda motor yang belum mengetahui informasi ini.
Sementara itu, bukan tidak mungkin, banyak pengguna jaksa parkir di bandara yang mengalami seperti yang dialami Chris ketika parkir kendaraan roda empat, masuk perangkap jebakan batman di parkir Bandara Ngurah Rai.
Diketahui, ribuan kendaraan baik roda empat maupun roda dua yang menggunakan fasilitas parkir bandara setiap harinya. Sehingga dari jebakan batman ini, berapa banyak yang diraup? Pastinya, silahkan institusi yang berwewenang untuk menelusuri. NAN