Warga Protes, Joki Sunat Bantuan Kartu Prakerja

by Igo Kleden
185 views

JEMBRANA,  DICTUM – Kabar dugaan kecurangan yang terjadi dalam bantuan Kartu Prakerja kembali menyeruak. Kali ini datangnya dari Kabupaten paling Barat Pulau Bali yakni Kabupaten Jembrana. Terungkap adanya permainan joki yang tega menyunat Bantuan Kartu Prakerja yang diperuntukan bagi warga.

Adalah sejumlah warga Jembrana mengaku keberatan dan protes atas tindakan joki yang memotong atau menyunat bantuan pembuatan kartu prakerja. Bantuan yang diprogram pemerintah untuk diberikan kepada masyarakat yang kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19 tersebut seharusnya sebesar Rp. 2,4 juta yang disalurkan secara bertahap. Namun yang diterima para pemohon hanya Rp. 1-1,2 juta. Benarkah bantuan prakerja yang diberikan hanya Rp. 2,4 juta?

Seorang warga Jembrana, PS yang ditemui beberapa di Jembrana  mengaku didatangi dua orang, yakni Wayan W dan Kadek J. Mereka menawarkan diri untuk membantu para pekerja yang kehilangan pekerjaan karena terdampak Pandemi Covis-19. Syaratnya hanya menyerahkan Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Kartu Keluarga (KK). PS yang sedang kesulitan keuangan lalu menyerahkan KTP dan KK kepada kedua orang tersebut. Tidak hanya PS, ia juga meminta anak dan menantunya untuk mengurus  bantuan yang sama dengan menyerahkan persyaratan yang sama seperti yang sudah ia serahkan.

“Sayangnya anak dan menantu saya membatalkan proses pengurusan bantuan tersebut sebagai protes atas pemotongan bantuan separuh dari yang dijanjikan. Kami tahu hanya  mendapat bantuan sebesar Rp. 2,4 per orang. Yang lainnya kami tidak tahu,” kata menantu PS saat ditemui wartawan Dictum.

Menurut PS dari sekian banyak orang yang meminta tolong mengurus bantuan prakerja, mereka hanya mendapat bantuan sebesar Rp. 1-1,2 juta per orang. Jumlah uang sebesar ini memang diserahkan langsung oleh kelompok yang disebut tim kerja. Pemohon yang menerima bantuan Rp. 1 juta antara lain KA dan PB. Sedangkan pemohon yang menerima bantuan sebesar Rp. 1,2 juta antara lain NR dan KJ. Selain mereka, masih banyak pemohon yang belum mendapatkan bantuan tersebut karena masih dalam proses.

Tidak hanya para penerima bantuan yang protes atau tidak senang dengan praktik joki bantuan prakerja tersebut. Perbekel Desa Perancak, Nyoman Wijana yang dikonfirmasi terpisah Senin (11/10/2021) juga menunjukkan ketidaksenangannya.  Ia mengaku sudah lama mendengar informasi tersebut. Bahkan ia sempat meminta bantuan Babinsa dan Babinkantibmas untuk menyelidiki praktik joki bantuan prakerja tersebut. Hasilnya memang ada praktik joki bantuan prakerja tersebut di wilayahnya. Namun ia tidak bisa berbuat banyak karena tidak ada masyarakat yang mengeluh atau protes atas praktik tersebut meski memang sangat merugikan karena potongannya yang besar.

“Praktik joki tersebut menyebabkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat dan struktur pemerintahan yang sudah ada. Apabila masyarakat menilai bisa mengakses bantuan tanpa harus melalui aparat atau struktur pemerintahan, jelas mereka akan tidak percaya pada pemerintah. Dan hal ini merupakan masalah  serius bagi pemerintah daerah. Khususnya pemerintah desa yang langsung berhadapan dengan masyarakat,” tegas Wijana saat dikonfirmasi terpisah, Senin (11/10/2021)  di Kantor Desa Perancak.

Ia mengatakan, pelaku praktik joki bantuan prakerja tersebut,  yakni Ketut S dan Nengah YN berasal dari Desa Perancak. Namun mereka sudah pindah dan menetap atau berdomisili di Denpasar sejak beberapa tahun lalu. Kemungkinan mereka kembali ke Jembrana karena terdampak Pandemi Covid-19 dan diberhentikan dari tempat kerjanya. Selama berada di Jembrana inilah mereka mulai melakukan praktik joki bantuan prakerja tersebut.

Hasil penelusuran yang dilakukan Perbekel Perancak tersebut menunjukkan, awalnya para pelaku hanya membantu keluarga dekatnya. Tetapi setelah itu mereka juga menjaring para calon dari desa lain lewat tim kerja yang mereka bentuk. Melalui tim kerja tersebut para pelaku merekrut juga beberapa tenaga lapangan yang bertugas mengumpulkan KTP dan persyaratan lain untuk keperluan pengurusan bantuan prakerja.

“Sebaiknya proses pemberian bantuan ini dikembalikan kepada pemerintah. Entah melalui desa, Disnaker dan selanjutnya ke pemerintah pusat. Tapi siapa yang bisa mengembalikan proses ini? Bagaimana caranya mengembalikan proses bantuan ke pemerintah desa atau daerah kalau tidak ada peraturan operasional yang mendukung,” tanya Perbekel yang pensiunan Polisi tersebut.

Nengah YN yang dikonfirmasi terpisah lewat telepon mengaku sudah lama menjalankan praktik membantu mengurus bantuan prakerja tersebut. Namun ia mengaku hanya membantu keluarga dekatnya saja. Tetapi lanjut dia, dari keluarga dekat yang sudah mendapat bantuan tersebut kemudian meminta tolong kepadanya untuk membantu juga kerabat mereka yang lain. Seperti keponakan dan saudara dekat lainnya. Jadi tidak benar kalau ia melakukan praktik joki yang menyasar masyarakat secara umum.

“Kalaupun ada masyarakat umun yang dibantu, mereka adalah orang tua yang sulit menggunakan teknologi. Seperti mengoperasikan telepon seluler untuk mengakses link bantuan tersebut. Sementara untuk anak muda, saya hanya membantu mereka untuk mendapatkan bantuan tanpa harus membebani saya,” kisahnya saat dikonfirmasi lewat telepon.

Informasi  dari YN juga menyebutkan, selama ini pihaknya sudah membantu sekitar 3.000-an orang. Namun dari jumlah tersebut, hanya sekitar 600-an orang yang sudah mendapat bantuan prakerja tersebut. Ia juga mengatakan sempat mengembalikan sekitar 700-an KTP dan data lainnya kepada pemiliknya karena tidak bisa diajukan. Terutama lantaran mereka sudah mendapatkan bantuan lain dari pemerintah, seperti bantuan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM).

“Kalau ada potongan dalam penyaluran bantuan tersebut adalah wajar. Karena kami bekerja dalam satu tim. Kami harus buka akun baru dan berkeliling untuk mencari data bagi para calon penerima. Secara keseluruhan kami hanya memotong Rp. 600 ribu dari tiap penerima bantuan,” katanya.

Kadis Tenagakerja Kabupaten Jembrana, I Komang Suparta mengaku belum tahu kasus ini saat dikonfirmasi terpisah, Senin (11/10/2021) di ruang kerjanya. Saat didampingi Kabid Tenaga Kerja, I Putu Wardana, ia mengatakan, pihaknya tidak   bisa berbuat banyak. Karena tidak  ada satu peraturanpun yang memberikan kewenangan kepada Disnaker Kabupaten guna melakukan pengawasan atau menindak praktik yang menyalahi peraturan atau merugikan masyarakat penerima bantuan.

“Kami hanya diinformasikan pada awal peluncuran program bantuan prakerja tersebut. Setelah sosialisasi, kami tidak mendapat  instruksi lagi baik melalui peraturan operasional dari pusat maupun instruksi lain. Dengan begitu kami tidak memiliki dasar hukum untuk mengontrol. Tapi kalau ada masyarakat yang dirugikan, sebagaiknya diproses secara hukum,” kata Suparta didampingi Kepala Bidangnya, I Putu Wardana.

Putu Wardana dalam penjelasannya mengatakan, dana yang dikucurkan untuk bantuan prakerja tersebut tidak hanya Rp. 2,4 juta, melainkan sebesar Rp. 3,55 juta per orang. Biaya ini terdiri biaya pelatihan sebesar Rp. 1 juta. Biaya ini digunakan untuk membiayai berbagai pelatihan di platform digital mitra. Selain itu masih ada dana senilai Rp. 600 ribu per bulan selama empat bulan. Dana ini merupakan insentif yang dibayar setelah penuntasan pelatihan pertama yang dibayar selama empat bulan atau senilai Rp. 2,4 juta. Masih ada lagi dana senilai Rp. 50 ribu per survei. Dana ini  dibayar setelah penuntasan pelatihan pertama dan dibayar selama empat bulan. ***

Editor – Don

Berita Terkait