BADUNG, DICTUM – Tim penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri (Kejari) Badung tidak menemui adanya indikasi tindakan pidana dalam pemotongan dana insentif penanggulangan covid-19 bagi tenaga kesehatan (Nakes) dan gratifikasi di Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Badung.
Awalnya, ada dugaan dana insentif nakes ini disunat oleh oknum di fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyakes) atau di Dinas Kesehatan. Selain itu, ada dugaan pemotongan atau lebih tepatnya setoran atau upeti ini diberikan kepada oknum di tempat nakes bekerja sebagai ‘balas jasa’ meloloskan nakes saat verifikasi untuk mendapatkan insentif.
Pasalnya, tidak semua nakes mendapatkan insentif dan harus melalui seleksi atau verifikasi. Apalagi proses verifikasi tidak hanya dilakukan di Fasyankes atau institusi kesehatan milik pemerintah daerah (Pemda) seperti Rumah Sakit dan Puskesmas tetapi juga di Dinas Kesehatan.
Verifikasi awal dilakukan di Rumah sakit atau Puskesmas untuk mendapatkan apresiasi dari pemerintah kepada mereka yang berkeringat dalam penanggulangan covid-19 ini. Setelah itu, hasil verifikasi ini diusulkan kepada Dinas Kesehatan (Dinkes). Tim Dinkes kemudian melakukan verifikasi atas usulan dari Fasyankes tersebut. Hasil rekapitulasi yang dilakukan tim verifikasi Dinkes disampaikan kepada Badan atau Dinas Pengelolaan Keuangan dan Aset daerah BPKAD/DPKAD lengkap dengan nominal, nama, NIK, NPWP dan nomor rekening nakes. Dana insentif yang didapat nakes yang lolos verifikasi ini kemudian ditansfer langsung ke rekening nakes. Dari insentif ini kemudian nakes wajib menyetor 40 persen yang diterima.
Terkait adanya indikasi ini, Kepala Kejaksaan Negeri Badung, I Ketut Maha Agung menjelaskan, pihaknya telah melakukan klarifikasi atas dugaan pemotongan dana Insentif Covid Tahun 2020 untuk bulan Oktober, November, Desember, yang baru dicairkan sekitar bulan Agustus 2021.
Dijelaskan, tim Pidsus Kejari Badung melakukan wawancara dan klarifikasi kepada 32 nakes yang betugas di Puskesmas Kuta Utara. “Diperoleh informasi, 30 nakes namanya yang diusulkan ke Kementerian Kesehatan untuk menerima Dana Insentif Penanganan Covid,” ungkap Maha Agung.
Sebelum dana dicairkan, puskesmas telah menyelenggarakan zoom meeting terkait kesepakatan penerimaan insentif. Ini dilakukan karena dari 145 pegawai di Puskesmas Kuta Utara, penerima insentif hanya 30 orang. Sementara yang bekerja dalam penanganan covid hampir semua pegawai yang ada di Puskesmas Kuta Utara.
Dalam zoom meeting, tanggal 23 juli 2021, para nakes penerima insentif sepakat secara sukarela urunan sebesar 40 persen dari insentif yang diterima, untuk diberikan kepada pegawai lain yang turut berada dalam garda depan penanganan covid yang tidak mendapat insentif.
“Tim Pidsus Kejari Badung telah menelusuri terkait dana yang dikumpul dan memang benar dana tersebut disalurkan kepada pegawai Puskesmas Kuta Utara yang tidak menerima apresiasi dari pemerintah dalam penanganan covid-19,” jelas Maha Agung.
Ditegaskan mantan Kajari Sorong, Papua ini, pihaknya telah memutuskan untuk tidak melanjutkan pemeriksaan ke tahap penyelidikan karena tim Pidsus tidak menemukan adanya indikasi perbuatan pidana. “Tidak ada Actus Non Facit Reum Nisi Mens Sit Rea yang bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain,” pungkas Maha Agung.
Seperti diketahui, besaran insentif yang diterima nakes yang ditetapkan dan diatur dalam Surat Menteri Keuangan Nomor 113/2021 yakni, dokter spesialis menerima Rp15 juta, dokter dengan status Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) mendapat Rp12,5 juta. Sedangkan dokter umum menerima Rp10 juta dan perawat atau bidan Rp7,5 juta. nnb